Tubrukan meteor di Bulan beberapa pekan yang lalu. Kredit: NASA |
Karena puncaknya yang terjadi siang hari (saat ini), maka seluruh wilayah Indonesia tidak dapat menyaksikan peristiwa badai meteor yang bernama Camelopardalid ini.
Badai meteor Camelopardalid ini memiliki intensitas 100-400 meteor per jam. Lokasi terbaik untuk mengamatinya adalah wilayah Amerika dan Kanada seperti pada peta di bawah ini:
Peta terlihat atau tidak terlihatnya badai meteor Camelopardalid. Kredit: SPACE |
Dan berbeda dengan di Bumi, meteoroid-meteoroid yang berwujud butir-butir debu dan pasir dan melesat secepat 19 km/detik atau 68.400 km/jam itu akan tiba di permukaan Bulan tanpa hambatan sama sekali.
Hal ini disebabkan oleh sangat jarangnya molekul-molekul udara di Bulan, sehingga praktis Bulan tidak memiliki atmosfer.
Maka tanpa sempat berubah menjadi meteor, maka meteoroid-meteoroid tersebut akan langsung membentur Bulan dengan kecepatan tetap setinggi 68.400 km/jam. Yang menyenangkan, saat benturan itu terjadi kita bisa menyaksikannya dari Bumi, jika berada di tempat dan waktu yang tepat.
Dalam prakiraan astronom Jeremie Vaubaillon (Perancis), tumbukan meteoroid-meteoroid Camelopardalids dengan Bulan mencapai puncaknya pada Sabtu 24 Mei 2014 sekitar pukul 08:30 hingga 12:30 WIB.
Selang waktu ini memang mendahului puncak hujan meteor Camelopardalids di Bumi. Dan sedikit berbeda dengan meteoroid Camelopardalids yang memasuki atmosfer Bumi.
Namun jangan berharap bahwa saat meteoroid-meteoroid itu menghantam Bulan, kita akan disuguhi dengan kilatan demi kilatan cahaya yang langsung bisa disaksikan secara kasat mata tanpa alat bantu apapun.
Butuh teleskop dengan lensa/cermin obyektif berdiameter minimal 100 mm (10 cm) dan memiliki perbesaran di antara 40 hingga 100 kali guna mengamatinya.
Sebab saat meteoroid-meteoroid tersebut membentur permukaan Bulan sebagai meteorit, kilatan-kilatan cahaya yang terbentuk akan cukup redup dengan perkiraan magnitudo semu sekitar +8 hingga +9.
Be carefull, Moon!