Saran pencarian

Mengapa Planet-planet Tata Surya Mengelilingi Matahari?

Planet-planet di tata surya, termasuk Bumi kita, mengalami dua gerakan di alam semesta, yakni rotasi dan revolusi. Rotasi merupakan perputaran planet pada porosnya, sementara revolusi adalah perputaran mengelilingi Matahari. Tapi, mengapa planet-planet mengitari Matahari? Adakah bukti-buktinya?
Ilustrasi. Kredit: Playbuzz
Info Astronomy - Seperti yang kita tahu, planet-planet di tata surya, termasuk Bumi kita, mengalami dua gerakan di alam semesta, yakni rotasi dan revolusi. Rotasi merupakan perputaran planet pada porosnya, sementara revolusi adalah perputaran mengelilingi Matahari. Tapi, mengapa planet-planet mengitari Matahari? Adakah bukti-buktinya?

Alasan ilmiah yang mendasar tentang mengapa planet-planet mengelilingi Matahari adalah: karena gravitasi Matahari yang membuat keseluruh planet tetap berada dalam orbitnya. Sama kasusnya seperti Bulan yang mengorbit Bumi karena tarikan gravitasi Bumi, dan Bumi mengorbit Matahari karena tarikan gravitasi Matahari.

Lalu, mengapa kemudian planet-planet ini melakukan gerak revolusi dalam jalur orbit yang berbentuk elips, bukan bergerak lurus? Hal ini terjadi karena planet-planet memiliki kecepatan dalam arah yang tegak lurus terhadap kekuatan tarikan Matahari.

Dengan kata lain, Matahari menarik planet-planet dengan gaya gravitasinya, namun di sisi lain planet-planet juga memiliki gaya gravitasi yang sama. Hasil dari gaya tarik menarik di antara keduanya ini pun membuat ada gaya lain yang dikenal sebagai gaya sentripetal dan gaya sentrifugal.

Gaya sentripetal sendiri merupakan sebuah gaya yang membuat objek langit untuk bergerak melingkar mengitari pusat revolusi, sementara itu gaya sentrifugal merupakan semacam lawan dari gaya sentripetal, yakni gaya yang menjauhi pusat putaran.

Jika tidak ada Matahari, maka planet-planet akan melakukan perjalanan lurus tanpa arah. Namun, gravitasi Matahari mengubah jalurnya, menyebabkannya mengelilingi Matahari, dalam bentuk yang hampir melingkar sempurna alias elips.

Dari Mana Asalnya Gravitasi?

Sebentar, memangnya gravitasi itu ada? Bukannya cuma hoaks? Dasar antek elit global!!1!11!

Gravitasi, dalam bahasa sederhananya, adalah sebutan untuk gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta, seperti halnya Matahari yang saling tarik-menarik dengan planet-planet di tata surya kita ini.

Gravitasi bisa timbul karena alam semesta bukanlah ruang yang benar-benar kosong, melainkan berisi partikel dan benda langit yang sangat banyak jumlahnya, bahkan mungkin tidak terhitung. Setiap partikel dan benda langit itu, kecuali partikel foton, memiliki apa yang disebut massa. Dengan begitu, interaksi di antara partikel bermassa satu sama lain disebutlah sebagai gaya gravitasi.

Sudah mudeng, kan???

Massa juga diketahui berbanding lurus dengan gravitasi. Semakin besar massa sebuah partikel atau benda langit, maka semakin besar gravitasinya. Itulah mengapa Matahari kita sanggup menundukkan planet-planet dan bahkan benda-benda kecil lain di tata surya; sebab massanya lebih besar daripada anggota tata surya lainnya.

Apa Bukti Planet-planet Mengelilingi Matahari?

Di zaman modern ini, seluruh penjelasan sains mengatakan bahwa sistem tata surya kita adalah heliosentris, yakni Matahari sebagai pusat peredarannya. Tapi bagaimana kita tahu? Adakah bukti-buktinya? Dalam sains, klaim besar harus memiliki bukti yang besar pula, begitupun bukti untuk heliosentris.

Mari kita naik mesin waktu dulu untuk kembali ke sekitar tahun 230 SM. Pada saat itu, filsuf Yunani Aristarchus menghitung seberapa besar ukuran Bumi. Ia juga membuat perkiraan yang baik dan runut mengenai jarak antara Bumi ke Bulan dan ke Matahari.

Aristarchus merupakan filsuf yang menyatakan bahwa Bumi berputar pada porosnya dan juga mengorbit pada Matahari. Namun, orang-orang pada masa itu tidak menyukai dan tidak percaya dengan gagasan ini. Mereka justru memilih pendapat fisuf lain, yaitu Aristoteles, yang mengatakan bahwa Bumi merupakan pusat dari alam semesta. Hemm, sombong betul manusia kala itu ya.

Aristoteles mengatakan bahwa, Bulan, Matahari, planet-planet dan juga bintang-bintang mengelilingi Bumi dengan kecepatan berbeda-beda. Pada masa kegelapan itu, orang-orang mempercayai gagasan Aristoteles selama kurun waktu yang panjang, hingga pada akhirnya sebuah teleskop ditemukan pada awal abad ke-17, dan Aristarchus terbukti benar.
Venus dalam fase Sabit diamati lewat teleskop modern. Kredit: Shahgazer.net
Teleskop pertama tersebut datang pada tahun 1610 M. Adalah Galileo Galilei, yang mengarahkan teleskop barunya menuju planet Venus. Kala itu, Galileo melihat bahwa planet Venus memiliki fase seperti Bulan.

Lalu, apa menariknya Venus yang memiliki fase seperti Bulan? Nah, jadi, adanya fase pada planet Venus ini merupakan sebuah bukti. Fase Venus hanya bisa terjadi jika Venus memiliki orbit yang lebih dekat ke Matahari daripada orbit Bumi di tata surya. Atau dengan kata lain, Venus (dan Bumi) haruslah mengelilingi Matahari).

Sebab bila Venus (dan benda-benda langit lain di tata surya) yang mengelilingi Bumi, maka seharusnya Venus muncul dengan fase penuh, bukannya sabit.

Dengan teleskop yang lebih baik beberapa tahun hingga abad kemudian, para astronom mulai mencari bukti lain dari Bumi yang memang berevolusi terhadap Matahari: paralaks bintang.

Apa itu paralaks? Orbit Bumi dalam mengelilingi Matahari sangatlah besar, berdiameter sekitar 300 juta kilometer. Jadi, jika kita mengukur posisi sebuah bintang di langit, dan kemudian mengukurnya lagi enam bulan kemudian, posisi bintang tersebut akan bergeser sedikit relatif terhadap bintang latar belakang yang lebih jauh.

Adanya paralaks bintang membuktikan bahwa Bumi sebenarnya tidak diam, Bumi bergerak dalam orbit untuk mengelilingi Matahari. Paralaks bintang pertama diukur pada tahun 1838 M oleh seorang astronom asal Jerman, Friedrich Wilhelm Bessel. Ia dengan cermat berhasil mengukur paralaks bintang 61 Cygni.
Paralax bintang yang membuat posisi bintang berubah karena Bumi berevolusi. Kredit: Discover Magazine
Bukti terakhir adalah, bayangkan kamu sedang berdiri diam di tengah hujan yang airnya turun dengan gerak lurus. Untuk menjaga tubuhmu tetap kering, kamu membuka payung. Tapi, ketika kamu mulai berjalan, kamu pasti perlu memiringkan payung ke "arah" hujan, meskipun sebenarnya air hujan turun lurus ke bawah. Semakin cepat kamu berjalan, semakin besar kemiringannya.

Nah, saat Bumi mengorbit Matahari, kita bisa mendeteksi "kemiringan" cahaya bintang yang kita lihat. Astronom Inggris James Bradley menemukan fenomena ini pada tahun 1725 secara tidak sengaja saat dia sedang mencari paralaks bintang. Penyimpangan cahaya bintang ini adalah akibat dari cahaya yang memiliki kecepatan yang terbatas serta adanya gerak Bumi mengelilingi Matahari.

Jadi, itulah mengapa planet-planet bisa mengelilingi Matahari, beserta dengan bukti-buktinya.


Sumber: Astronomy.com, WIRED Science, Cornell University.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com