![]() |
Dua lubang hitam bermassa di atas 100 kali massa Matahari, terdeteksi bergabung menjadi satu lubang hitam megamasif. Kredit: Science Photo Library |
InfoAstronomy - Di alam semesta yang begitu luas ini, dua lubang hitam yang bergerak bebas di galaksi bisa saling bertemu, untuk kemudian bertabrakan. Inilah yang berhasil dideteksi oleh para ilmuwan baru-baru ini, tabrakan dua lubang hitam raksasa yang terjadi pada jarak 10 miliar tahun cahaya dari Bumi!
Bagaimana para ilmuwan menemukannya? Gelombang gravitasi. Peristiwa tabrakan lubang hitam ini menghasilkan riak dalam struktur ruang-waktu, yang, meskipun sangat lemah saat mencapai kita, berhasil dideteksi dan kini memaksa para ilmuwan untuk merevisi teori tentang pembentukan lubang hitam.
Dideteksi Sejak 2023
Pada 23 November 2023, alat pendeteksi gelombang gravitasi paling mutakhir buatan umat manusia, LIGO (Laser Interferometer Gravitational-wave Observatory), menangkap getaran secara tiba-tiba dalam ruang-waktu yang berlangsung hanya sepersepuluh detik.Getaran tiba-tiba itu menyebabkan detektor LIGO meregang dan memampat. Analisis menunjukkan getaran ini berasal dari penggabungan dua lubang hitam dengan massa masing-masing 103 dan 137 kali massa matahari, dan berputar sekitar 400.000 kali lebih cepat dari rotasi Bumi. Keduanya akhirnya menyatu membentuk satu lubang hitam supermasif baru dengan massa hingga 265 kali massa matahari, menjadikannya penggabungan lubang hitam terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah umat manusia.
Menurut Profesor Mark Hannam dari Universitas Cardiff, meskipun peristiwa ini sangat dahsyat di sumbernya, riak gelombang gravitasi yang tiba di Bumi sangat kecil, "ribuan kali lebih kecil dari lebar sebuah proton". Gelombang gravitasi ini lantas dikatalogkan sebagai GW231123.
Satu hal yang membuat penemuan GW231123 ini begitu membingungkan adalah ukuran lubang hitam yang terlibat. Keduanya berada dalam "rentang massa terlarang", sebuah rentang ukuran di mana lubang hitam seharusnya tidak dapat terbentuk dari keruntuhan satu bintang tunggal.Menurut Profesor Mark Hannam dari Universitas Cardiff, meskipun peristiwa ini sangat dahsyat di sumbernya, riak gelombang gravitasi yang tiba di Bumi sangat kecil, "ribuan kali lebih kecil dari lebar sebuah proton". Gelombang gravitasi ini lantas dikatalogkan sebagai GW231123.
Bagaimana Lubang Hitam Sebesar Itu Bisa Eksis?
Sebagian besar lubang hitam terbentuk ketika bintang-bintang masif di atas 20 kali massa Matahari kehabisan bahan bakar nuklir dan runtuh di akhir siklus hidupnya. Objek yang sangat padat ini melengkungkan ruang-waktu sedemikian rupa sehingga menciptakan cakrawala peristiwa (event horizon), sebuah batas bahkan cahaya pun tidak dapat melarikan diri.
Para fisikawan di LIGO menduga bahwa kedua lubang hitam ini bukanlah produk dari satu bintang tunggal, melainkan hasil dari tabrakan-tabrakan lubang hitam yang lebih kecil di masa lalu. Skenario ini tidak hanya menjelaskan ukuran masif mereka tetapi juga putaran mereka yang sangat cepat, mendekati batas teoretis yang dimungkinkan.
Hingga Juli 2025 ini, para ilmuwan telah mendeteksi sekitar 300 tabrakan lubang hitam dari gelombang gravitasi yang dihasilkannya.
![]() |
Detektor LIGO. Kredit: Caltech/MIT/LIGO Lab |
Bagaimana Gelombang Gravitasi Bekerja?
Sebelum detektor gelombang gravitasi pertama dibangun pada tahun 1990-an, para ilmuwan hanya bisa mengamati alam semesta melalui radiasi elektromagnetik seperti cahaya tampak, inframerah, dan gelombang radio. Observatorium gelombang gravitasi memberikan pandangan baru tentang kosmos, memungkinkan para ilmuwan untuk melihat peristiwa yang tadinya tersembunyi dari mereka.Gelombang gravitasi sendiri adalah riakan atau getaran di ruang-waktu yang dihasilkan oleh percepatan massa yang sangat besar, misalnya dua lubang hitam yang mengorbit dan kemudian bertabrakan, atau bintang neutron yang berputar cepat. Gelombang ini pertama kali diprediksi oleh Albert Einstein pada 1916 dalam teori relativitas umum.
Bayangkan ruang-waktu seperti kain elastis yang direntangkan. Ketika objek masif bergerak atau bertabrakan, mereka akan “mengoyak” atau “mengguncang” kain elastis ini, sehingga tercipta gelombang yang merambat ke segala penjuru kain (segala penjuru ruang-waktu). Dalam kasus nyata, guncangan ini bergerak dengan kecepatan cahaya.
Riak ini memiliki ciri khusus. Pertama, sangat lemah sehingga sulit dideteksi. Kedua, dapat mengubah jarak antar benda sedikit sekali (seukuran ribuan kali lebih kecil dari diameter proton). Ketiga, tidak mudah diserap atau dihamburkan oleh materi, sehingga membawa informasi langsung dari peristiwa yang sangat jauh.
Instrumen seperti LIGO (di AS) atau Virgo (di Eropa) mendeteksi gelombang ini dengan teknik yang dikenal sebagai interferometer laser, yakni ada dua lengan panjangnya dilalui sinar laser, kemudian gelombang gravitasi yang melintas akan merenggangkan satu lengan dan memendekkan lengan lain. Perubahan panjang ini memengaruhi pola interferensi cahaya, yang kemudian diukur dengan sangat presisi.
![]() |
Skema dasar interferometer LIGO dengan gelombang gravitasi yang datang digambarkan datang tepat dari atas detektor. Kredit: Caltech/MIT/LIGO Lab |
Ketika pola interferensi cahaya di detektor berubah akibat gelombang gravitasi yang melintas, ilmuwan sebenarnya sedang merekam “sidik jari” kosmik: frekuensi getaran, amplitudo atau besarnya guncangan, serta bagaimana kedua hal itu berubah seiring waktu.
Gelombang gravitasi yang tercipta dari peristiwa dahsyat, seperti tabrakan dua lubang hitam, punya bentuk khas yang disebut chirp, di mana frekuensi dan amplitudo meningkat tajam hingga puncak tabrakan.
Para ilmuwan kemudian mencocokkan data dari detektor ini dengan model matematika dan simulasi komputer lewat proses yang dikenal sebagai filtrasi pencocokan, salah satu teknik penting dalam analisis sinyal yang menjadi kunci mendeteksi gelombang gravitasi.
Secara sederhana, filtrasi pencocokan bekerja dengan mencocokkan data nyata, yakni sinyal lemah yang direkam detektor, dengan sekumpulan besar template, yaitu model sinyal teoritis yang sudah dihitung sebelumnya untuk berbagai skenario, seperti tabrakan dua lubang hitam dengan massa, jarak, dan sudut pandang yang berbeda.
Komputer kemudian menghitung seberapa mirip data nyata dengan setiap template tersebut. Jika ditemukan kecocokan yang sangat tinggi, itu menandakan bahwa peristiwa kosmik yang sebenarnya terjadi mirip dengan template tersebut. Dari template yang paling cocok inilah ilmuwan bisa memperoleh informasi penting seperti massa, ukuran, jarak, hingga kecepatan objek yang terlibat.
![]() |
Gelombang gravitasiGW231123 terdeteksi di dua instrumen detektor. Kredit: Caltech/MIT/LIGO Lab |
Karena gelombang gravitasi sendiri sangat lemah dan kerap “terkubur” di tengah noise atau kebisingan data, filtrasi pencocokan menjadi alat yang sangat efektif: ia mampu mengekstrak pola-pola halus dari peristiwa dahsyat di alam semesta yang nyaris tak terlihat hanya dari data mentah. Singkatnya, filtrasi pencocokan adalah proses membandingkan jejak hingga menemukan yang paling sesuai, sehingga para ilmuwan dapat “membaca” detail tersembunyi dari peristiwa kosmik yang jauh di sana.
Melalui gelombang gravitasi, para ilmuwan dapat menggali beragam rahasia kosmos yang sebelumnya tersembunyi. Dari sini, mereka bisa mengetahui massa dan ukuran objek luar biasa seperti lubang hitam dan bintang neutron, memetakan bentuk orbit serta kecepatan saat keduanya bertabrakan, dan bahkan mengukur jarak ke peristiwa dahsyat yang terjadi di ruang angkasa.
Selain itu, gelombang gravitasi membuka peluang untuk menguji teori relativitas umum di kondisi paling ekstrem, serta mengungkap keberadaan fenomena kosmik yang tak memancarkan cahaya sama sekali, seperti penggabungan dua lubang hitam gelap. Lebih jauh lagi, informasi ini membantu ilmuwan merangkai kisah panjang evolusi alam semesta, termasuk proses terbentuknya galaksi dan lubang hitam supermasif yang kita lihat hari ini.
Sumber & Referensi:
- Conover, E. (2025), The biggest black hole smashup ever detected challenges physics theories. Science News.
- Clavin, W. (2025). LIGO Detects Most Massive Black Hole Merger to Date. Caltech Edu.
- Luntz, S. (2025). Gravitational Wave Detected From Largest Black Hole Merger Yet. IFLScience.
- Sample, I. (2025). Scientists detect biggest ever merger of two massive black holes. The Guardian.
- The LIGO Scientific Collaboration, The Virgo Collaboration, & The KAGRA Collaboration. (2025, Juli 10). GW231123: a Binary Black Hole Merger with Total Mass 190‑265 M⊙. arXiv preprint arXiv:2507.08219.
- Turner, B. (2025). Scientists detect most massive black hole merger ever — and it birthed a monster 225 times as massive as the sun. LiveScience.