![]() |
Ilustrasi. Kredit: Getty Images |
InfoAstronomy - Senja ini, ketika warna jingga perlahan memudar, sekelompok orang dengan penuh harap memandang ke arah cakrawala barat. Mereka mencari tanda kecil: sebuah sabit tipis yang menandakan awal Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat Islam.
Di Indonesia, momen ini bukan sekadar rutinitas, tapi juga perpaduan unik antara tradisi, ilmu pengetahuan, dan sedikit drama yang selalu berhasil mencuri perhatian. Nah, untuk tahun 2025, kapan tepatnya 1 Ramadan akan tiba? Mari kita telusuri bersama dalam petualangan menarik ini, sambil mengupas tuntas cara penentuannya, data hilal pada 28 Februari 2025, dan akhirnya menyimpulkan tanggal yang paling mungkin.
Awal Ramadan: Lebih dari Sekadar Tanggal
Ramadan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriah, sistem penanggalan berbasis pergerakan Bulan yang sudah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan kalender Masehi yang mengandalkan Matahari dan punya tanggal tetap, kalender Hijriah bergantung pada siklus Bulan dalam mengelilingi Bumi.Setiap bulannya dimulai saat bulan sabit baru—disebut hilal—muncul di langit setelah fase bulan baru. Jadi, menentukan 1 Ramadan bukan perkara sederhana; ada seni, ilmu, dan sedikit debat yang mewarnai prosesnya.
Di Indonesia, penentuan ini melibatkan berbagai pihak: pemerintah melalui Kementerian Agama, organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, hingga para ahli astronomi. Mereka menggunakan dua pendekatan utama: rukyatul hilal (pengamatan langsung) dan wujudul hilal (perhitungan astronomis). Keduanya punya perbedaan masing-masing, dan tak jarang menghasilkan tanggal yang berbeda pula.
Di Indonesia, penentuan ini melibatkan berbagai pihak: pemerintah melalui Kementerian Agama, organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, hingga para ahli astronomi. Mereka menggunakan dua pendekatan utama: rukyatul hilal (pengamatan langsung) dan wujudul hilal (perhitungan astronomis). Keduanya punya perbedaan masing-masing, dan tak jarang menghasilkan tanggal yang berbeda pula.
Lalu, ada juga kriteria MABIMS, standar yang disepakati oleh negara-negara Asia Tenggara seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, yang mencoba menjembatani kedua metode ini. Penasaran bagaimana cara kerjanya? Yuk, kita bahas satu per satu.
Rukyatul Hilal: Melihat Langsung
Bayangkan senja yang tenang di pinggir pantai atau bukit tinggi. Sejumlah orang berkumpul, beberapa membawa teleskop besar, semuanya menanti kemunculan hilal. Ini adalah rukyatul hilal, metode tradisional yang sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah.Pada hari ke-29 bulan sebelumnya—dalam kasus penentuan awal Ramadan berarti 29 Syakban 1446 Hijriah, yang jatuh pada 28 Februari 2025—para perukyat (pengamat) akan memandang ke barat setelah matahari terbenam. Jika hilal terlihat, besoknya resmi jadi 1 Ramadan. Jika tidak, bulan Syakban digenapkan jadi 30 hari, dan Ramadan dimulai lusa.
Metode ini penuh romantisme. Ada rasa syahdu saat manusia bersatu menatap langit, mengandalkan mata dan kesaksian untuk menyambut bulan suci. Tapi, ada tantangannya: cuaca buruk, polusi, atau bahkan posisi hilal yang terlalu rendah bisa membuatnya tak terlihat, meski secara astronomis sudah ada. Di sinilah ilmu modern masuk untuk membantu.
Metode ini penuh romantisme. Ada rasa syahdu saat manusia bersatu menatap langit, mengandalkan mata dan kesaksian untuk menyambut bulan suci. Tapi, ada tantangannya: cuaca buruk, polusi, atau bahkan posisi hilal yang terlalu rendah bisa membuatnya tak terlihat, meski secara astronomis sudah ada. Di sinilah ilmu modern masuk untuk membantu.
Wujudul Hilal: Ketepatan dalam Angka
Di sisi lain, ada pendekatan yang lebih matematis: wujudul hilal. Metode ini tidak terlalu peduli apakah hilal terlihat atau tidak, melainkan apakah secara perhitungan ia sudah “wujud”—artinya, Bulan sudah melewati fase konjungsi (saat Bulan berada di antara Bumi dan Matahari) dan mulai membentuk sabit.Para pendukung metode ini, seperti Muhammadiyah, menganggapnya lebih pasti dan objektif. Mereka menghitung posisi Bulan berdasarkan elongasi (jarak sudut Bulan dari Matahari) dan waktu setelah konjungsi.
Namun, mulai 2025, Muhammadiyah dikabarkan beralih ke kalender global tunggal, meninggalkan wujudul hilal demi keseragaman dengan komunitas Islam dunia. Meski begitu, metode hisab tetap relevan di Indonesia, terutama untuk organisasi yang ingin menghindari ketergantungan pada cuaca atau faktor subjektif.
Di Indonesia, Kementerian Agama sering menggunakan kriteria ini dalam sidang isbat—rapat resmi untuk menetapkan awal bulan Hijriah. Sidang ini melibatkan perwakilan pemerintah, organisasi Islam, dan ahli falak, yang menggabungkan data rukyat dari berbagai daerah dengan perhitungan astronomis. Hasilnya? Keputusan yang diharapkan diterima mayoritas umat.
Namun, mulai 2025, Muhammadiyah dikabarkan beralih ke kalender global tunggal, meninggalkan wujudul hilal demi keseragaman dengan komunitas Islam dunia. Meski begitu, metode hisab tetap relevan di Indonesia, terutama untuk organisasi yang ingin menghindari ketergantungan pada cuaca atau faktor subjektif.
Kriteria MABIMS: Jembatan Tradisi dan Sains
Lalu, ada kriteria MABIMS, yang bisa dibilang kompromi cerdas antara rukyat dan hisab. Disepakati pada 1997 dan diperbarui beberapa kali (terakhir pada 2022), kriteria ini mensyaratkan agar hilal bisa dilihat, tapi dengan standar ilmiah: ketinggian Bulan minimal 3 derajat di atas horizon, elongasi minimal 6,4 derajat, dan usia Bulan minimal 8 jam setelah konjungsi. Ini berlaku khusus untuk bulan-bulan ibadah wajib seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.Di Indonesia, Kementerian Agama sering menggunakan kriteria ini dalam sidang isbat—rapat resmi untuk menetapkan awal bulan Hijriah. Sidang ini melibatkan perwakilan pemerintah, organisasi Islam, dan ahli falak, yang menggabungkan data rukyat dari berbagai daerah dengan perhitungan astronomis. Hasilnya? Keputusan yang diharapkan diterima mayoritas umat.
Data Hilal pada 28 Februari 2025
Sekarang, mari kita ke inti petualangan: apa yang akan terjadi pada 28 Februari 2025, yang bertepatan dengan 29 Syakban 1446 Hijriah?Ini adalah hari penentuan, saat hilal Ramadan 1446 Hijriah diharapkan muncul. Untuk memahaminya, kita perlu data konkret, dan sumber seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta situs astronomi internasional bisa jadi rujukan.
Pertama, cek fase Bulan. Menurut Time and Date, fase Bulan Baru terjadi pada 28 Februari 2025 pukul 07:44 WIB. Fase Bulan Baru bukan penentu awal bulan dalam kalender Hijriah, melainkan hilal yang menjadi penentunya. Nah, pada sore hari di tanggal yang sama, hilal kemungkinan bisa terlihat.
Pertama, cek fase Bulan. Menurut Time and Date, fase Bulan Baru terjadi pada 28 Februari 2025 pukul 07:44 WIB. Fase Bulan Baru bukan penentu awal bulan dalam kalender Hijriah, melainkan hilal yang menjadi penentunya. Nah, pada sore hari di tanggal yang sama, hilal kemungkinan bisa terlihat.
![]() |
Peta ketinggian hilal di wilayah Indonesia pada 28 Februari 2025. Kredit: IlmuFalak.id |
Menurut kalender resmi Indonesia, yang diterbitkan Kementerian Agama dan dirilis melalui Sekretariat Kabinet, menetapkan 1 Ramadan 1446 Hijriah pada 1 Maret 2025. Ini berarti 28 Februari dianggap 29 Syakban, dan Syakban tidak digenapkan jadi 30 hari.
Membaca Langit dan Menyambut Ramadan
Jadi, apa artinya semua ini bagi kita? Pertama, secara astronomis murni, 28 Februari 2025 adalah fase Bulan Baru. Namun, karena fase ini terjadi pada pagi hari, hampir 11 jam sebelum Matahari terbenam, hilal 1 Ramadan kemungkinan dapat terlihat pada saat Matahari terbenam di ufuk barat.Jika hal itu memang benar terjadi, maka 1 Ramadan 1446 Hijriah bisa jatuh pada 1 Maret 2025, baik menurut kriteria rukyatul hilal, MABIMS/imkan ruykat, maupun wujudul hilal. Posisi hilal paling tinggi akan terlihat di Banda Aceh.
![]() |
Ilustrasi ketinggian hilal di Indonesia pada 28 Februari 2025 saat Matahari terbenam. Kredit: IlmuFalak.id |
Saran terbaik dari kami, pantau berita pada 28 Februari 2025 malam, saat sidang isbat digelar. Dengarkan laporan perukyat, perhatikan data ahli falak, dan sambut Ramadan dengan hati terbuka. Karena pada akhirnya, bukan hanya soal tanggal, tapi bagaimana kita mengisi bulan suci ini dengan makna.
Selamat menyambut Ramadan 2025—semoga menjadi perjalanan spiritual yang penuh berkah!
Sumber & Referensi:
- Fitriyani, F., Isfihani, I., & Octasari, A. (2024). Implikasi Kriteria Imkanur Rukyat Mabims Baru Terhadap Penyatuan Awal Bulan Kamariah Di Indonesia. Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah, 7(2), 462-482.
- Junaidi, A. (2018). Memadukan Rukyatulhilal Dengan Perkembangan Sains. Madania: Jurnal Kajian Keislaman, 22(1), 145-158.
- Karim, M. F. R., & Mahsun, M. (2024). Kriteria Baru Mabims 3-6, 4: Upaya Penyatuan Kalender Hijriah di Indonesia Dalam Perspektif Maqāṣid Al-Syarī'ah. Astroislamica: Journal of Islamic Astronomy, 3(1), 51-75.
- Khasan, M., Prastyo, I. S., Ranselengo, H. A., & Sophia, G. (2024). Pemberdayaan Lembaga Falakiyah Menuju Standarisasi Ahli Rukyatul Hilal. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara, 5(2), 2577-2584.
- Ramadhan, R. K., & Maksum, M. N. R. (2024). Dinamika Rukyat Dan Hisab Dalam Penentuan Bulan Hijriah Menurut Muhammadiyah. Nashr al-Islam: Jurnal Kajian Literatur Islam, 6(3).
- Wiwik, W. T. (2024). Prospek Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Menuju Penyatuan Kalender Islam di Indonesia. ELFALAKY: Jurnal Ilmu Falak, 8(1), 138-152.