Titan. Kredit: NASA/ESA, Cassini |
InfoAstronomy - Misi wahana antariksa Cassini di orbit Saturnus memang telah berakhir pada September 2017, tetapi data-data yang dikumpulkannya selama masa baktinya masih menghasilkan studi ilmiah yang menarik. Yang terbaru: Cassini melihat adanya hujan deras di kutub utara Titan.
Model iklim yang dikembangkan oleh para ilmuwan selama misi Cassini menyimpulkan bahwa hujan akan turun di utara selama musim panas terjadi Titan. Tetapi, saat model iklim tersebut dikembangkan, para ilmuwan belum berhasil melihat adanya awan.
Dan sekarang, para ilmuwan telah menerbitkan sebuah makalah penelitian berdasarkan gambar yang diperoleh Cassini, yang menunjukkan adanya pantulan cahaya permukaan Titan yang basah. Para ilmuwan ini menjelaskan bahwa pantulan cahaya itu, yang disebut Bright Ephemeral Flare (BEF), adalah sinar Matahari yang memantul dari hujan yang baru saja turun.
Walau begitu, hujan di Titan tidak seperti hujan di Bumi. Titan adalah dunia yang sangat dingin. Hujan di sana juga bukan hujan air, melainkan hujan metana. Ditambah lagi, Titan adalah satu-satunya bulan di tata surya kita dengan atmosfer yang substansial, jadi melihat hujan terjadi di sana merupakan peristiwa yang sangat unik di tata surya.
Menemukan dan menghitung perubahan musiman di Titan adalah salah satu tujuan misi Cassini. Titan adalah objek penelitian yang menarik karena memiliki aliran cairan musiman di permukaannya, seperti halnya Bumi.
Dalam makalah penelitiannya, para ilmuwan mempresentasikan serangkaian gambar dari instrumen VIMS (Visible and Infrared Mapping Spectrometer) pada Cassini, yang menunjukkan kemunculan BEF yang lalu menghilang, yang mungkin disebabkan karena penguapan cairan di permukaan Titan.
Dan sekarang, para ilmuwan telah menerbitkan sebuah makalah penelitian berdasarkan gambar yang diperoleh Cassini, yang menunjukkan adanya pantulan cahaya permukaan Titan yang basah. Para ilmuwan ini menjelaskan bahwa pantulan cahaya itu, yang disebut Bright Ephemeral Flare (BEF), adalah sinar Matahari yang memantul dari hujan yang baru saja turun.
Walau begitu, hujan di Titan tidak seperti hujan di Bumi. Titan adalah dunia yang sangat dingin. Hujan di sana juga bukan hujan air, melainkan hujan metana. Ditambah lagi, Titan adalah satu-satunya bulan di tata surya kita dengan atmosfer yang substansial, jadi melihat hujan terjadi di sana merupakan peristiwa yang sangat unik di tata surya.
Menemukan dan menghitung perubahan musiman di Titan adalah salah satu tujuan misi Cassini. Titan adalah objek penelitian yang menarik karena memiliki aliran cairan musiman di permukaannya, seperti halnya Bumi.
Dalam makalah penelitiannya, para ilmuwan mempresentasikan serangkaian gambar dari instrumen VIMS (Visible and Infrared Mapping Spectrometer) pada Cassini, yang menunjukkan kemunculan BEF yang lalu menghilang, yang mungkin disebabkan karena penguapan cairan di permukaan Titan.
BEF pada permukaan Titan. Kredit: NASA/ESA, Cassini |
Menurut makalah penelitiannya yang diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters, curah hujan yang terjadi menandai awal musim panas di kutub utara Titan. Di Titan, satu musim berlangsung sekitar tujuh tahun Bumi. Ketika Cassini tiba di Titan pada 2004, saat itu sedang musim panas di kutub selatan. Matahari sedang memanaskan kutub selatan Titan, sehingga menyebabkan metana menguap dan mengembun.
Kutub selatan Titan lebih kering daripada utaranya. Citra dari Cassini yang menunjukkan wilayah kutub selatan hanya menampilkan adanya dua danau metana, sedangkan wilayah kutub utaranya memiliki banyak danau.
Hal itu membuat para ilmuwan percaya bahwa jika ada awan dan hujan di selatan yang relatif kering, kutub utara, dengan berlimpahnya metana cair, juga harus memiliki awan dan curah hujan selama musim panas di sana.
Setelah menemukan hujan di kutub selatan Titan pada 2004, para ilmuwan menciptakan model iklim Titan yang mengatakan cuaca serupa akan terjadi di kutub utara pada tahun-tahun menjelang titik balik matahari musim panas di sana, yang saat itu diprediksi terjadi pada tahun 2017. Namun, sampai tahun 2016, masih belum ada tanda cuaca yang diharapkan.
Hingga akhirnya, penemuan hujan di utara Titan ini pun menjawab semuanya, musim panas akhirnya tiba di kutub utara Titan. Para ilmuwan berharap dengan berhasilnya melihat hujan di utara Titan ini akan membantu mereka membangun model iklim yang lebih lengkap terhadap salah satu dunia yang paling menarik di tata surya kita ini.
Sumber:
- Bohaceck, E. V., Bahia, R. S., Braat, L., Boazman, S., Sefton-Nash, E., Orgel, C., ... & Riu, L. (2023). Modelling River-Dunes Interactions on Titan (No. EGU23-2831). Copernicus Meetings.
- Dhingra, R. D., Barnes, J. W., Brown, R. H., Burrati, B. J., Sotin, C., Nicholson, P. D., ... & Jennings, D. E. (2019). Observational evidence for summer rainfall at Titan's north pole. Geophysical Research Letters, 46(3), 1205-1212.
- Farnsworth, K. K., Soto, A., Chevrier, V. F., Steckloff, J. K., & Soderblom, J. M. (2023). Floating Liquid Droplets on the Surface of Cryogenic Liquids: Implications for Titan Rain. ACS Earth and Space Chemistry, 7(2), 439-448.
- Faulk, S. P., Lora, J. M., Mitchell, J. L., & Milly, P. C. D. (2020). Titan’s climate patterns and surface methane distribution due to the coupling of land hydrology and atmosphere. Nature Astronomy, 4(4), 390-398.