Info Astronomy - Baru-baru ini, status Gunung Anak Krakatau dinyatakan siaga. Alih-alih juga ikut siaga, beberapa orang di media sosial malah menyebar pseudo-sains (kalau tidak mau dibilang hoaks) yang menyatakan fenomena ini berhubungan dengan konjungsi planet-planet tata surya.
Kenapa kami sebut pseudo-sains?
Sederhananya, karena tidak ada dasar ilmiahnya. Konjungsi planet adalah hal yang sangat biasa terjadi karena sepanjang tahun selalu terjadi. Hanya saja, planet-planet yang berkonjungsi memang berbeda-beda, entah bisa itu antara Mars dan Jupiter, Saturnus dan Venus, Venus dan Mars, atau keempatnya sekaligus, seperti yang terjadi sejak awal April 2022 ini.
Iya, sejak awal April 2022, empat planet tata surya, yaitu Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus bisa kita lihat berderet di langit dini hari hingga Matahari terbit. Dalam pandangan mata telanjang, keempatnya hanya seperti bintang saja, persis seperti gambar yang bisa kamu lihat di atas artikel ini.
Dalam astronomi, fenomena ini dikenal sebagai konjungsi, atau arti sederhananya adalah fenomena ketika dua atau lebih objek langit tampak berada pada arah yang sama. Penyebabnya hanya satu, yaitu karena memang posisi mereka di tata surya berada searah dalam pandangan dari Bumi.
Nah, untuk fenomena konjungsi empat planet tata surya ini, kira-kira seperti ini posisi mereka di tata surya kita (ketika artikel ini diterbitkan):
Berdasarkan infografik di atas, posisi lima planet tata surya (Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, dan Neptunus) berada pada arah yang sama dalam pengamatan dari Bumi. Akibatnya, kelima planet ini akan terlihat "berderet" di langit planet kita, dengan empat di antaranya kecuali Neptunus bisa diamati dengan mata telanjang.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa tidak ada fenomena kesejajaran planet. Semua planet berada di orbitnya masing-masing yang tidak sejajar sama sekali seperti yang digambarkan pada infografik di atas. Dan kalau pun terjadi kesejajaran, Bumi kita akan baik-baik saja.
Tidak akan ada gangguan gravitasi untuk planet kita, yang menyebabkan letusan gunung berapi, jika planet-planet tata surya mengalami kesejajaran. Jarak antarplanet terlalu jauh dan gravitasi antarplanet terlalu lemah untuk memengaruhi satu sama lain.
Penulis fiksi ilmiah maupun pseudo-sains memang suka mengklaim bahwa kesejajaran planet akan menyebabkan gravitasi planet dapat bergabung bersama untuk memicu ketidakstabilan kehidupan di Bumi. Sayangnya, hal itu tidak berdasar sama sekali. Sebab, tarikan gravitasi planet-planet pada Bumi sangat lemah sehingga tidak memiliki efek yang signifikan terhadap planet kita.
Di tata surya, selama ini hanya ada dua objek tata surya dengan gravitasi yang cukup kuat untuk memengaruhi Bumi secara signifikan: Bulan dan Matahari. Gravitasi Matahari sangat kuat karena Matahari sangat besar. Sementara efek gravitasi Bulan di Bumi sangat kuat karena Bulan berjarak relatif sangat dekat.
Gravitasi Matahari menyebabkan Bumi mengelilinginya, dikombinasikan dengan kemiringan Bumi, menyebabkan terjadinya pergantian musim. Sementara itu, gravitasi Bulan memiliki efek pada pasang surut lautan di Bumi.
Di tata surya, selama ini hanya ada dua objek tata surya dengan gravitasi yang cukup kuat untuk memengaruhi Bumi secara signifikan: Bulan dan Matahari. Gravitasi Matahari sangat kuat karena Matahari sangat besar. Sementara efek gravitasi Bulan di Bumi sangat kuat karena Bulan berjarak relatif sangat dekat.
Gravitasi Matahari menyebabkan Bumi mengelilinginya, dikombinasikan dengan kemiringan Bumi, menyebabkan terjadinya pergantian musim. Sementara itu, gravitasi Bulan memiliki efek pada pasang surut lautan di Bumi.
Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau tidak ada hubungannya sama sekali, secara ilmiah, dengan fenomena konjungsi planet.
Penyebab gunung meletus sendiri dipelajari di geografi (bukan di astronomi secara spesifik), yang di antara lain adalah peningkatan kegempaan vulkanis, suhu kawah meningkat secara signifikan, terjadinya deformasi badan gunung, pergeseran lempeng Bumi, dan tekanan yang sangat tinggi di dalam gunung berapi itu sendiri.
Bagi yang tinggal di dekat Anak Krakatau, yuk lebih waspada, termasuk terhadap pseudo-sains!
Sumber:
- Caricchi, L., Townsend, M., Rivalta, E., & Namiki, A. (2021). The build-up and triggers of volcanic eruptions. Nature Reviews Earth & Environment, 2(7), 458-476.
- Coughenour, C. L., Archer, A. W., & Lacovara, K. J. (2009). Tides, tidalites, and secular changes in the Earth–Moon system. Earth-Science Reviews, 97(1-4), 59-79.
- Sigurdsson, H., Houghton, B., McNutt, S., Rymer, H., & Stix, J. (Eds.). (2015). The encyclopedia of volcanoes. Elsevier.
- Tyler, R. H. (2021). On the tidal history and future of the Earth–Moon orbital system. The Planetary Science Journal, 2(2), 70.