Pernah dengar istilah ini sebelumnya? "Hipernova merupakan ledakan bintang paling kuat di alam semesta kita," kata P. Daniel Wang, seorang astrofisikawan di Universitas Northwestern, dikutip dari laman Imagine the Universe NASA.
Hipernova mengeluarkan energi yang jauh lebih kuat daripada supernova, ledakan spektakuler dari bintang yang bermassa minimum 8 kali lebih masif dari Matahari kita itu. Menurut pengamatan para astronom, hipernova dapat menghasilkan energi 100 kali lebih banyak daripada supernova.
Lalu, apa yang menyebabkan hipernova bisa terjadi? Sayangnya, para astronom belum begitu yakin pada titik ini. Sejauh ini, para astronom mempelajari hipernova melalui NGC 5417B dan MF83, yang keduanya merupakan sisa-sisa hipernova yang terletak di galaksi spiral terdekat M101.
Bagaimana Bintang Bisa Mati?
Tidak ada yang abadi di alam semesta, bahkan bintang pun bisa mati. Bintang mati ketika mereka kehabisan bahan bakar untuk melakukan fusi nuklir di inti mereka. Kematian bintang juga berbeda-beda sesuai dengan seberapa besar massanya.Bintang-bintang terkecil, yang dikenal sebagai kerdil merah, membakar bahan bakar dalam fusi nuklir dalam kala waktu yang begitu lambat, sehingga mereka mungkin bisa hidup sampai 100 miliar tahun, yang jauh lebih tua daripada usia alam semesta kita saat ini (itulah mengapa kita belum melihat bagaimana kematian bintang kerdil merah).
Di dekat Bumi kita, ada satu bintang kerdil merah, yakni Proxima Centauri yang berjarak sekitar 4,2 tahun cahaya. Proxima Centauri begitu redup, ia bahkan tidak teramati dari Bumi dengan mata telanjang walaupun menjadi bintang terdekat.
Baca Juga: Proxima Centauri, Bintang Terdekat Tata Surya Kita
Ada pula bintang yang berukuran rata-rata (massanya setara massa Matahari hingga sekitar 1,4 kali massa Matahari). Untuk bintang-bintang jenis ini, yang dijuluki sebagai kerdil kuning, proses kematiannya tidak akan meledak dalam supernova.
Ketika inti bintang berukuran rata-rata kehabisan bahan bakar hidrogennya, mereka akan mulai berkontraksi akibat tarikan gravitasinya sendiri. Saat inti berkontraksi, ia akan mulai memanas di bawah tekanan yang meningkat. Hal itu menyebabkan lapisan atas mengembang, sehingga membuat bintang kerdil kuning tadi menjadi bintang raksasa merah.
Pada fase raksasa merah, inti bintang memanas kembali, menyebabkan helium mulai berfusi menjadi karbon. Ketika bahan bakar helium habis, inti bintang raksasa merah tadi akan mengembang dan menurun suhunya. Hal tersebut pun memicu pelepasan lapisan terluar bintang sebagai nebula planeter, sementara bagian intinya akan mendingin menjadi kerdil putih.
Lalu, bintang apa yang bisa menjadi supernova? Supernova muncul ketika bintang yang benar-benar masif (setidaknya 8 kali lebih besar massanya dari Matahari kita), kehabisan bahan bakar hidrogennya, yang mana pada saat itu terjadi permukaan terluar bintang akan membengkak menjadi bintang super raksasa merah dan mulai berfusi helium, karbon, lalu elemen-elemen berat lainnya hingga mencapai besi.
Baca Juga: Mengapa Bintang Meledak?
Bintang merupakan sebuah keseimbangan antara dua kekuatan yang berlawanan. Gravitasi bintang mencoba untuk menekan bintang ke dalam ruang sekecil mungkin, sementara bahan bakar nuklir di intinya yang berfusi menciptakan tekanan luar yang kuat.
Ketika bintang super raksasa merah hanya menyisakan besi di intinya, proses fusi berhenti, gravitasi menang. Pada saat itulah keruntuhan bintang terjadi, seluruh massa bintang akan tertarik menuju pusatnya, menciptakan gelombang kejut yang sangat besar. Dan... BOOM! Lapisan terluar bintang meledak dalam peristiwa yang dikenal sebagai supernova.
Hipernova
Menurut Swinburne University, hipernova pada dasarnya merupakan peristiwa supernova super cerah (superluminous supernova), yakni supernova yang sangat energik yang dihasilkan dari keruntuhan inti bintang yang amat sangat besar dan masif.Peristiwa ini terjadi begitu cepat. Untuk bisa mengalami hipernova, bintang harus memiliki massa setidaknya 30 kali lebih besar dari Matahari kita.
Hipernova umumnya disalahartikan sebagai supernova. Dalam kenyataannya, keduanya adalah entitas yang berbeda. Hipernova adalah proses yang dimulai setelah terjadinya supernova. Segera setelah batas supernova terlampaui, bintang yang malang tersebut mulai melepaskan radiasi elektromagnetik berenergi tinggi yang dikenal sebagai semburan sinar gamma.
Nah, pada titik itulah hipernova terjadi. Dengan kata lain, hipernova dapat dianggap sebagai tahap kedua dari supernova super cerah.
Semburan Sinar Gamma, Apa Itu?
Semburan sinar gamma (Gamma-Ray Bursts, atau disingkat GRB) adalah ledakan paling terang dan paling ekstrem di alam semesta kita. 10 detik ledakan GRB saja dapat melepaskan lebih banyak energi dari apa yang dipancarkan Matahari dalam seluruh 10 miliar tahun masa hidupnya.
Baca Juga: Bagaimana Matahari Menyala di Ruang Hampa Udara?
GRB muncul ketika keruntuhan inti bintang menghasilkan energi yang tidak dapat lagi terkandung dalam bintang. Sebaliknya, energi tersebut dilepaskan sebagai radiasi frekuensi tinggi dalam sinar gamma.
Yap, GRB sangat berbahaya, bahkan mematikan. Menurut UniverseToday.com, jika ada supernova yang terjadi dalam jarak beberapa ratus tahun cahaya dari Bumi kita, kita pasti akan melihatnya, tetapi radiasi darinya tidak akan membahayakan.
Namun, jika ada hipernova pada jarak yang sama, GRB yang dikeluarkannya bisa menjadi bencana bagi Bumi. Tidak hanya peningkatan risiko kanker karena intensitas sinar kosmis yang jauh lebih besar memapar Bumi, tetapi juga akan mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim, serta kerusakan ekosistem. Untungnya, sejauh ini tidak ada bintang yang akan mengalami hipernova, setidaknya tidak dalam beberapa puluh ribu tahun cahaya.
Nah, itulah hipernova, ledakan bintang yang lebih besar dari supernova.