Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Sejarah Singkat Megahnya Cincin Saturnus

Saturnus merupakan satu-satunya planet dengan cincin yang megah. Tahukah kamu bagaimana sejarahnya? Yuk kenalan dengan cincin Saturnus!
Info Astronomy - Banyak manusia yang bermimpi tentang apa yang akan mereka bisa lakukan seandainya punya mesin waktu. Beberapa di antaranya ingin melakukan perjalanan hingga ke 100 juta tahun yang lalu, ketika dinosaurus masih berjalan-jalan di Bumi. Kalau kamu salah satunya, jangan lupa untuk membawa teleskop.

Dengan membawa teleskop saat kembali ke masa-masa dinosaurus, lalu mengarahkan pandangan ke planet Saturnus di langit, kemungkinan kamu akan melihat sang planet terbesar kedua di tata surya kita itu belum memiliki cincin.

Di artikel ini, mari kita mengenal sejarah singkat mengenai cincin Saturnus.

Cincin Saturnus di Mata Manusia
Ketika Galileo Galilei pertama kali mengamati Saturnus melalui teleskopnya pada tahun 1610, ia bingung. Dalam pandangan di teleskopnya, Galileo menemukan bahwa Saturnus tampak seperti planet yang memiliki dua buah bulan raksasa di kanan kirinya, bahkan sempat dianggap juga kalau Saturnus memiliki kuping.

Barulah empat dekade kemudian, astronom lain bernama Giovanni Cassini mencoba mengamati Saturnus dengan teleskop buatannya yang lebih baik kualitasnya dari teleskop Galileo. Dari pengamatan itu, Cassini lah yang pertama kali menyarankan bahwa Saturnus adalah sebuah planet dengan cincin, dan apa yang dilihat Galileo bukan merupakan dua bulan besar milik Saturnus ataupun kupingnya.

Saat ini, dengan teknologi teleskop yang jauh, jauh, jauh lebih baik, kita bisa melihat sendiri di halaman belakang rumah seperti apa wujud Saturnus. Dan memang benar, planet yang satu ini memiliki sistem cincin yang begitu megah.
Melihat Saturnus dengan teleskop. Kredit: Cory Schmitz
Lalu, terbuat dari apa cincin Saturnus itu? Apakah mereka merupakan cakram yang solid? Atau apakah mereka terdiri dari jutaan partikel yang berukuran kecil?

Pengamatan modern telah mengungkap seperti apa struktur cincin Saturnus. Melalui pengamatan lewat Teleskop Antariksa Hubble misalnya, para astronom dapat dengan jelas melihat struktur pada cincin-cincin itu, ada banyak celah pula di antara cincin yang ditemukan.

Hingga ketika gerakan cincin-cincin Saturnus diamati dengan seksama, para astronom menyadari bahwa cincin-cincin itu bukan cakram yang solid, melainkan merupakan segerombolan jutaan partikel batuan es yang ukurannya mulai dari seukuran pasir hingga sebesar rumah dua lantai.

Pemahaman para astronom mengenai cincin Saturnus pun sempat berubah secara drastis ketika misi wahana antariksa Pioneer 11 dan duo Voyager mendekati Saturnus. Foto-foto yang dipotret dan dikirimkan para wahana antariksa nirawak itu menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa cincin Saturnus terbagi-bagi dalam beberapa segmen.
Bagian-bagian cincin dipotret Cassini. Kredit: NASA/JPL-Caltech
Belum lagi hasil pengamatan dari misi wahana antariksa Cassini yang telah menghabiskan lebih dari satu dekade mengorbit Saturnus. Nama wahana antariksa yang terinspirasi dari nama seorang astronom itu memberikan para astronom sebuah pandangan yang lebih spektakuler dan mengejutkan tentang cincin Saturnus.

Melalui wahana antariksa Cassini, diketahui bahwa sistem cincin Saturnus yang megah memiliki ketebalan antara 10 meter hingga 1 kilometer. Massa gabungan dari seluruh partikelnya, yang 99,8% merupakan batuan es, mencapai sekitar 16 kuadriliun ton, atua kurang dari 0,02% massa Bulan yang mengelilingi Bumi.

Penemuan-penemuan inilah yang telah menyebabkan beberapa astronom berspekulasi apakah cincin itu terbentuk dari hasil pecahnya salah satu bulan Saturnus atau pecahnya sebuah komet yang tersesat ketika mendekati Saturnus.

Cincin yang Dinamis
Dalam empat abad terakhir sejak penemuan teleskop, cincin ternyata tidak hanya ada di Saturnus, melainkan juga telah ditemukan di Jupiter, Uranus, dan Neptunus. Dengan kata lain, planet-planet raksasa di tata surya memiliki cincin, namun tidak ada yang semegah Saturnus.

Alasan mengapa planet-planet raksasa itu dihiasi cincin sementara Bumi dan planet berbatu lainnya tidak, pertama kali diusulkan oleh Eduard Roche, seorang astronom Prancis pada tahun 1849.

Roche mengemukakan bahwa sebuah cincin bisa terbentuk mengelilingi planet apabila ada bulan yang mengitari planet tersebut yang terpecah karena telah melewati Batas Roche, jarak aman minimum untuk orbit sebuah bulan, yakni sekitar 2,5 kali radius planet dari pusat planet.

Nah, bagi Saturnus yang sangat besar, Batas Roche-nya adalah 87.000 kilometer dari atas atmosfer teratasnya. Jarak itu cocok dengan keberadaan cincin F terluar Saturnus. Jadi, bila ada benda langit yang berada di luar jarak itu, mereka akan aman-aman saja. Tapi, kalau berada di dalam jarak itu, sebuah benda langit akan terpecah oleh tarikan gravitasi Saturnus hingga menyatu sebagai sistem cincinnya.

Sementara itu, bagi Bumi, jarak Batas Roche-nya kurang dari 10.000 kilometer di atas permukaannya. Untuk memiliki sebuah cincin, sebuah bulan atau asteroid harus bisa berada sedekat jarak itu untuk bisa hancur oleh tarikan gravitasi Bumi dan pada akhirnya membentuk cincin yang mengelilingi Bumi. Bulan kita sendiri berada di jarak yang sangat aman, yakni rata-rata 380.000 kilometer.

Kembali lagi ke pembahasan cincin Saturnus, sistem cincin yang megah itu juga sangat tipis. Tipisnya cincin planet Saturnus disebabkan oleh sifatnya yang selalu berubah. Selama tahun-tahun terakhir misinya, wahana antariksa Cassini sempat melintasi celah cincin Saturnus berulang kali, yang mana hasil pengamatannya mengonfirmasi bahwa partikel cincin Saturnus terus berubah. Partikel-partikel di dalam cincin terus-menerus saling dorong.

Kapan Cincin Saturnus Terbentuk?
Salah satu indikator para astronom dalam mencari tahu usia cincin adalah dengan melihat seberapa kuning warnanya. Karena pada dasarnya, benda-benda angkasa yang sering terpapar debu kosmis yang ada di tata surya kita dalam waktu lama nantinya bisa berubah menjadi lebih gelap warnanya.

Nah, cincin Saturnus sendiri teramati sangat terang dan bebas debu, yang tampaknya menunjukkan bahwa cincin-cincin itu baru terbentuk antara 10 hingga 100 juta tahun yang lalu. Kemungkinan besar, jika ada yang bisa kembali ke masa lalu untuk melihat cincin Saturnus, maka mereka akan melihat Saturnus dengan kenampakan yang sangat berbeda dari yang kita amati saat ini.

Mau coba melihat sendiri bagaimana indahnya cincin Saturnus? Kamu bisa menggunakan teleskop yang tersedia di InfoAstronomy Store!
Dukung kami untuk terus aktif
Merasa artikel ini bermanfaat untuk kamu? Mau kami bisa terus menerbitkan artikel astronomi bermanfaat lainnya? Kami butuh dukunganmu!

Beri Dukungan
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com