Saran pencarian

Misi ke Mars Terlalu Berbahaya, Adakah Solusinya?

Manusia senang menjelajah. Ratusan tahun lalu, melalui Perjanjian Tordesilllas, dunia luar Eropa bahkan terbagi dua, ada wilayah barat yang dikolonisasi Spayol dan ada wilayah timur yang dikuasai Portugal. Di masa depan, akankah kita mengkolonisasi planet lain?
Info Astronomy - Manusia senang menjelajah. Ratusan tahun lalu, melalui Perjanjian Tordesilllas, dunia luar Eropa bahkan terbagi dua, ada wilayah barat yang dikolonisasi Spanyol dan ada wilayah timur yang dikuasai Portugal, dua negara yang senang menjelajah. Di masa depan, akankah kita mengkolonisasi planet lain?

Tapi tunggu, sebelum kita membahas hal-hal hebat di masa depan, terlebih dahulu kita harus mencari tahu bagaimana cara melakukan itu. Kolonisasi Mars idealnya diawal dengan membangun habitat semi-permanen untuk manusia, sambil menyiapkan lahan hingga sumber daya bagi lebih banyak manusia yang pindah ke sana.

Mewujudkan hal-hal tersebut cukup menantang maut. Bahkan untuk spesies yang senang menjelajah seperti kita, Mars masih terlalu berbahaya.

Memang, secara sekilas, Mars tampak mirip dengan planet Bumi kita. Menurut ScienceMag, planet tetangga Bumi kita ini memiliki kutub-kutub yang berisi tudung es, memiliki area lembah yang besar, bahkan ada air dalam bentuk cair di bawah permukaannya yang kering. Mars seolah merupakan dunia yang cocok untuk kita tuju.
Es kering di kutub Mars. Kredit: NASA/JPL-Caltech
Sayangnya, Mars masa kini kondisinya begitu ekstrem. Ia merupakan planet gurun pasir dingin yang tanahnya penuh akan radioaktif beracun. Kita bahkan tidak bisa bernafas dengan mudah di sana mengingat kurangnya oksigen di atmosfer Mars.

Para astronaut pertama yang akan menjalani misi ke Mars sudah pasti wajib menerima kondisi hidup yang sangat penuh dengan tekanan, dihiasi masalah-masalah hidup yang menantang yang belum pernah kita temui sebelumnya.

Walau begitu, sebenarnya kita tidak kekurangan orang untuk mau melakukan hal-hal keren (baca: ekstrem) semacam itu. Ada banyak orang yang ingin mendaratkan dirinya di Mars. Ditambah lagi, kita saat ini sebenarnya sudah memiliki teknologi yang memungkinkan untuk pendaratan manusia di Mars.

Mari kita asumsikan sudah ada misi manusia yang mendarat di Mars yang tugasnya untuk mencari tempat yang cocok untuk mendirikan pemukiman, membangun pangkalan udara, menyimpan sumber daya dan peralatan, serta juga sudah ada sebuah pangkalan di Bulan yang berfungsi sebagai pusat kendali misi ke Mars.

Tantangan besar utama ketika hal-hal di atas sudah ada adalah, menurut NASA, menghadapi kenyataan bahwa Mars miskin sumber energi. Eh, tapi seberapa miskin, sih?

Nih, karena jaraknya yang jauh dari Matahari, Mars hanya mendapatkan 40% tenaga Matahari dari yang didapatkan Bumi. Belum lagi sering terjadi badai debu berhari-hari di sana, sinar Matahari semakin redup sehingga kemungkinan tidak akan cukup untuk sumber energi.
Mars tanpa (kiri) dan dengan badai debu (kanan). Kredit: NASA/JPL-Caltech
Sumber energi lain seperti tenaga angin dan tenaga panas planet juga tidak dapat digunakan mengingat hampir tidak ada atmosfer di Mars serta bagian interior planet Mars yang terlalu dingin.

Kita butuh sumber energi lain. Misalnya, teknologi nuklir.

Nuklir mungkin jadi satu-satunya pilihan. Namun, karena Mars tidak memiliki sumber elemen radioaktif yang mudah diakses atau ditambang oleh manusia, bahan bakar nuklir beserta reaktor pertama bagi manusia di sana tampaknya masih harus dibawa langsung dari Bumi.

Jika reaktor tersebut berhasil berkembang, sumber energi itu akan cukup untuk mengoperasikan pangkalan kecil kita pada tahun-tahun awal kolonisasi Mars. Sampai di sini, masalah sumber energi seharusnya sudah bisa mendapatkan solusi.

Masalah selanjutnya yang harus dihadapi adalah bagaimana manusia bisa bernafas di Mars. Dilansir Planetary Society, kerapatan atmosfer Mars hanyalah 1% dibanding kerapatan atmosfer Bumi dan hampir seluruhnya terdiri dari karbon dioksida.

Maka dari itu, habitat tempat manusia hidup di Mars perlu memiliki tekanan dan diisi dengan atmosfer buatan yang terdiri dari nitrogen dan oksigen. Namun, hal itu bisa menimbulkan masalah lainnya. Kita harus memastikan habitat tempat manusia tinggal nantinya memiliki bentuk tabung atau bulat.
Konsep habitat di Mars. Kredit: NASA
Sebab bila bentuknya kotak, sudut dan dinding yang datar akan sangat rapuh terhadap tekanan buatan. Bentuk bulat atau tabung mampu menahan tegangan perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar.

Pintu-pintu habitat juga harus sangat kedap udara. Kalau tidak, siap-siap terkena radiasi berbahaya dari luar angkasa. Tanpa magnetosfer yang kuat, separuh radiasi dari luar angkasa dapat mencapai permukaan Mars. Hal itu bisa membuat manusia kelebihan dosis radiasi, sehingga bisa menyebabkan kanker hingga kematian.

Selain memastikan pintu habitat kedap udara dari luar, kita juga sebaiknya perlu melapisi habitat tersebut dengan karbon dioksida beku yang tebal yang dapat langsung diperoleh dari atmosfer Mars. Selanjutnya, lapisi lagi es kering itu dengan tanah Mars setebal satu meter. Sampai di sini, masalah bagaimana kita bisa bernafas dan pelindungan dari radiasi sudah teratasi, bukan?

Astronaut-astronaut awal memang tampaknya akan menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam habitat. Karena memang itulah satu-satunya hal yang paling aman. Kalau memaksakan keluar dengan baju astronaut, debu Mars bisa menempel di baju astronaut tersebut.

Debu Mars sangat berbahaya. Space.com mencatat, debu-debu tersebut terdiri atas muatan elektrostatis yang kalau terhirup ke paru-paru kita bisa membuat kita keracunan hingga menyebabkan kematian.

Dengan begitu, kita memerlukan robot penjelajah untuk misi-misi awal pendaratan manusia di Mars. Robot-robot penjelajah itu bisa dikendalikan dari dalam habitat untuk melakukan penelitian, eksperimen, membangun sesuatu, dan hal-hal lainnya tanpa kita harus keluar dari habitat.

Robot-robot juga bisa membantu kita mendapatkan air. Kutub-kutub planet Mars memiliki lapisan es yang tebal. Es tersebut dapat diekstraksi menjadi air. Nantinya, air ini bisa diminum, untuk menumbuhkan tanaman, hingga memelihara ikan. Semua itu pada akhirnya bisa menjadi bahan makanan para astronaut yang lebih variatif, bukan hanya kentang saja seperti pada film "The Martian".

Namun, semua solusi di atas masih belum memecahkan satu masalah mendasar: Gravitasi Mars.
NASA mengungkapkan, tarikan gravitasi Mars yang hanya sebesar 38 persen gravitasi Bumi bisa menyebabkan masalah serius, terutama kematian otot, tulang keropos, masalah jantung, hingga masalah pembuluh darah. Kita sudah terbiasa dengan gravitasi Bumi, ketika di Mars kita akan merasakan gravitasi yang berbeda sepenuhnya. Kalau tidak mampu beradaptasi dengan baik, masalah-masalah kesehatan di ataslah yang akan dihadapi.

Solusi untuk hal ini mungkin adalah dengan membuat habitat yang bisa berotasi, atau dengan cukup banyak-banyak berolahraga agar efek penyakit-penyakit tadi tidak dialami.

Dan begitulah. Mars terlalu berbahaya, tapi kita sudah punya berbagai macam solusinya. Jika kita berhasil melakukan kolonisasi, maka ke depannya apapun dapat kita wujudkan. Misalnya seperti membangun kota-kota di Mars, menjadikan Mars menjadi hijau dalam proses teraformasi, hingga akhirnya menjadi spesies multi-planet yang sesungguhnya.

Perjalanan ke Mars memang sulit, tapi hasil yang akan didapatkan bakal setimpal. Sudah siap untuk menyaksikan sendiri kru manusia pertama yang meluncur ke Mars?
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com