Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Fenomena Langit Juli 2019

Fenomena langit Juli 2019 sudah dirilis. Bisa ngamat apa saja sih di Juli ini?
Fenomena langit Juli 2019
Info Astronomy - Juli, selain juga merupakan bulan kelahiran InfoAstronomy.org, selalu menjadi bulan yang dipenuhi oleh banyak fenomena langit menarik. Nah, penasaran ada fenomena langit apa saja di bulan Juli 2019 ini? Simak langsung yuk!

Eits, sebelumnya sudah tahu belum nih kapan ulang ulang tahun InfoAstronomy.org? Kami berdiri tujuh tahun lalu bulan ini, tepatnya pada tanggal 21 Juli. Dengan begitu, Juli selalu menjadi bulan yang sangat spesial untuk kami.

Selalu banyak "kado" peristiwa langit untuk InfoAstronomy.org. Menariknya, "kado" tersebut juga bisa diamati oleh banyak orang. Nah, apa saja sih "kado" yang bisa diamati itu?

3 Juli 2019: Gerhana Matahari Total
Juli ini akan dibuka dengan peristiwa langit berupa gerhana Matahari total. Sayangnya, tidak sedikit pun wilayah di Indonesia yang berkesempatan untuk mengamatinya. Sebab nantinya, jalur gerhana hanya akan melintasi Samudra Pasifik selatan hingga ke Cile dan Argentina saja.

Di Indonesia sendiri waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam saat gerhana terjadi, sehingga tidak ada Matahari di langitnya. Kita baru berkesempatan melihat gerhana Matahari pada 26 Desember 2019 mendatang, yakni gerhana Matahari cincin.
Baca Juga: Gerhana Matahari Cincin 2019 dan Fakta-fakta Menariknya

5 Juli 2019: Bumi di Aphelion
Dalam mengelilingi Matahari, Bumi bergerak dalam jalur orbit yang elips, tidak melingkar sempurna. Itulah sebabnya ada masanya Bumi berada di jarak terdekat dari Matahari, yang dsebut sebagai perihelion, dan ada masanya berada di jarak terjauh, yang disebut aphelion. Perbedaan jaraknya bahkan bisa mencapai 3%.

Tahun 2019 ini, aphelion akan terjadi pada tanggal 5 Juli 2019. Pada saat aphelion, jarak Bumi ke Matahari akan sekitar 1,02 AU, dengan 1 AU setara dengan 150 juta kilometer.

Secara teknis, ini merupakan hari saat Matahari tampak lebih kecil di langit daripada waktu lainnya dalam setahun, dan ketika Bumi menerima radiasi paling sedikit darinya. Namun dalam praktiknya, perbedaan 3% dalam jarak Bumi dari Matahari hampir tidak signifikan.

Cuaca Bumi juga tidak akan berubah karena berada di jarak terjauh dari Matahari. Perubahan cuaca planet kita, misalnya antara musim panas dan musim dingin, disebabkan sepenuhnya oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi, bukan oleh perubahan jaraknya dari Matahari.

8 Juli 2019: Hujan Meteor Kaprikornid
Termasuk dalam jenis hujan meteor minor, Kaprikornid akan mencapai puncaknya di tanggal ini. Mulailah pengamatan saat tengah malam, ketika kondisi langit sudah benar-benar gelap, dan kamu nantinya bisa menemukan hingga 5 meteor per jam.
Pada saat puncak Kaprikornid, usia Bulan baru 6 hari, sehingga ia akan terbenam saat tengah malam. Hujan meteor bisa terjadi ketika Bumi menerjang segelombolan meteoroid sehingga mereka semua masuk ke atmosfer Bumi sebagai meteor-meteor terang.

Wajib diamati dengan mata telanjang, pastikan kamu berada di lokasi pengamatan yang bebas polusi udara maupun polusi cahaya. Kiat khusus: jangan mengamati di Jakarta, kamu cuma melihat polusi saja. Mamam~

9 Juli 2019: Oposisi Saturnus
Inilah saat terbaik untuk mengamati planet Saturnus! Sang planet bercincin akan mencapai jarak terdekatnya dengan Bumi di tanggal ini, sehingga kenampakannya di langit malam akan lebih terang daripada biasanya.

Dalam astronomi, peristiwa ini dikenal sebagai oposisi Saturnus. Disebut oposisi karena posisi Saturnus akan berada berlawanan dengan posisi Matahari di langit Bumi. Saat Matahari terbenam, ia terbit. Hal ini terjadi karena Matahari-Bumi-Saturnus akan berada satu garis lurus di bidang tata surya.
Pada kesempatan ini, Saturnus akan terletak pada jarak 9,03 AU dari Bumi, dan ia akan muncul dengan diameter sudut selebar 18,4 detik busur. Untuk magnitudo visualnya, Saturnus akan bersinar pada magnitudo 0,1. Sayangnya, walaupun berada di jarak terdekat, kamu masih perlu teleskop dengan magnifikasi minimal 75x untuk bisa melihat Saturnus lengkap dengan cincinnya.

9 Juli 2019: Fase Bulan Perbani Awal
Perbani? Apa itu? Bulan diperban? Oh, tentu bukan. Ini adalah fase ketika Bulan hanya tampak separuh bagian saja yang tersinari, sementara separuh bagiannya yang lain tidak disinari Matahari sehingga tampak gelap.

Pada fase ini, Bulan sudah terbit saat tengah hari, lalu mencapai titik tertinggi di langit saat Matahari terbenam, kemudian akan terbenam saat tengah malam. Secara astronomis, fase perbani awal akan terjadi pukul 17:56 WIB.

13 Juli 2019: Konjungsi Bulan dengan Jupiter
Setelah mencapai jarak terdekatnya pada Juni lalu, Jupiter masih muncul cukup terang di langit malam pada sepanjang Juli ini. Tepat pada 13 Juli, kita bisa melihat Jupiter yang berada sejauh 2° dari Bulan dalam pandangan dari Bumi.
Kamu bisa melihat dekatnya Jupiter dengan Bulan ini mulai sekitar sejam setelah Matahari terbenam. Keduanya akan berada di langi timur, dengan Jupiter yang hanya tampak seperti bintang kuning terang yang tidak berkelap-kelip di dekat Bulan.

Jupiter dan Bulan bisa terus diamati hingga sekitar pukul 03:00 dini hari keesokan harinya, ketika mereka tenggelam hingga 8° di atas cakrawala barat daerah kamu. Pada saat konjungsi, Jupiter akan bersinar dengan magnitudo -2,5 dan Bulan dengan magnitudo -12,5. Gunakan teleskop untuk bisa melihat Jupiter lebih jelas.

16 Juli 2019: Konjungsi Bulan dengan Saturnus
Dua hari setelah bersama dengan Jupiter, Bulan akan berpaling dengan Saturnus. Pada puncak konjungsi, kedua benda langit ini akan terpisah sejauh 0°13'. Tapi sayangnya, puncak konjungsi itu terjadi pada siang hari di Indonesia.
Kita baru bisa melihat Bulan dan Saturnus lebih jelas saat malam hari, mulai sejam setelah Matahari terbenam. Keduanya akan mencapai jarak tertinggi di langit sekitar pukul 23:30 waktu sempat daerahmu, yakni di ketinggian 74° di atas cakrawala selatan.

Oh iya, kamu perlu teleskop untuk bisa melihat Saturnus lengkap dengan cincinnya. Pengamatan dengan mata telanjang hanya akan menampilkan Saturnus seperti bintang kuning terang karena jaraknya yang jauuuuuh dari Bumi.

17 Juli 2019: Gerhana Bulan Parsial
Inilah gerhana pertama yang bisa diamati di Indonesia untuk tahun ini!

Gerhana Bulan parsial ini akan dimulai pada sekitar pukul 01:44 WIB, ketika Bulan untuk pertama kalinya memasuki wilayah bayangan terang Bumi yang disebut penumbra. Akibatnya, kecerahan Bulan akan mulai redup.

Selanjutnya, sekitar pukul 03:02 WIB, tepi cakram Bulan akan memasuki umbra Bumi (bayangan yang lebih gelap). Di masa-mas inilah Bulan tidak hanya redup, tapi juga akan tampak seperti tergigit. Sementara itu, puncak gerhana akan terjadi pada pukul 04:31 WIB, ketika 65% dari wajah Bulan akan berada dalam umbra Bumi.

Oh iya, gerhana Bulan parsial bisa diamati dengan mata telanjang. Kamu tidak butuh kacamata berfilter khusus untuk mengamatinya karena kenampakan Bulan tidak akan menyilaukan. Penggunaan teleskop juga disarankan agar pengamatan bisa lebih seru. Yang jelas, gerhana Bulan parsial ini bisa diamati di seluruh Indonesia!
Baca Juga: Info Lengkap Gerhana Bulan Parsial 17 Juli 2019

25 Juli 2019: Fase Bulan Perbani Akhir
Sama seperti perbani awal, pada fase ini Bulan akan tampak separuh saja. Bedanya, yang separuh disinari kali ini adalah yang pada fase perbani awal sedang mengalami malam hari karena tidak disinari Matahari.

Secara astronomis, fase perbani akhir akan terjadi pukul 08:19 WIB. Walau begitu, kita bisa mulai mengamati Bulan sejak tengah malam, lalu mencapai titik tertinggi di langit sekitar pukul 6 pagi, dan kemudian akan terbenam saat tengah hari.

29 Juli 2019: Hujan Meteor Delta Akuarid
Menjadi penutup peristiwa langit yang terjadi di sepanjang Juli ini, hujan meteor Delta Akuarid akan mencapai intensitas sebanyak 20 meteor per jam. Sayangnya, untuk tahun ini, hujan meteor Delta Akuarid terjadi saat fase Bulan setelah purnama, intensitasnya bisa turun drastis walaupun masih bisa diamati.
Hujan meteor yang satu ini berasal dari serpihan komet 96P/Machholz. Ketika bergerak mendekati Bumi, sang komet menguap, meninggalkan serpihannya di sepanjang jalur orbitnya. Nah, pada waktu-waktu tertentu, Bumi melintasi bekas jalur orbit komet ini, sehingga serpihan komet tersebut akan tertarik oleh gravitasi Bumi, lalu masuk ke atmosfer sebagai meteor.

Tapi tenang, serpihan komet ini kecil-kecil kok. Mereka akan habis terbakar di atmosfer sebelum bisa mencapai permukaan Bumi. Jadi, kamu bisa mengamatinya dengan aman. Mulailah pengamatan saat tengah malam, cukup berbaring mengamati langit dan temukan meteor-meteor melesat.

Nah, itulah jadwal fenomena langit Juli 2019 ini yang bisa diamati. Untukmu yang mau membeli teleskop sebagai teman pengamatan, kami menyediakannya di InfoAstronomy Store!
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com