Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Melahap Bintang, Lubang Hitam Ini Malah Menyusut

Pada Maret tahun lalu, sebuah instrumen ilmiah di Stasiun Luar Angkasa Internasional mendeteksi ledakan besar sinar-X yang berada pada jarak hampir 10.000 tahun cahaya jauhnya dari Bumi.
Info Astronomy - Pada Maret tahun lalu, sebuah instrumen ilmiah di Stasiun Luar Angkasa Internasional mendeteksi ledakan besar sinar-X yang berada pada jarak hampir 10.000 tahun cahaya jauhnya dari Bumi.

Dengan segera, para ilmuwan menyatakan bahwa sumber ledakan besar sinar-X tersebut berasal dari sebuah lubang hitam yang sedang berada dalam fase ekstrem di mana ia sedang melahap bintang di dekatnya sehingga memuntahkan energi sinar-X yang cemerlang.

Menariknya, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan hari ini di jurnal Nature, para astronom dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) melaporkan bukti bahwa ketika lubang hitam tersebut melahap sejumlah besar materi dari bintang di dekatnya, bagian korona -- cincin halo yang terbentuk dari elektron berenergi tinggi yang mengelilingi lubang hitam -- justru menyusut secara signifikan.

Dalam jurnal penelitian tersebut, dijelaskan bahwa yang tadinya korona lubang hitam ini membentang dengan diameter sekitar 100 kilometer, teramati menyusut hingga hanya berdiameter 10 kilometer saja. Penyusutan tersebut terjadi dalam waktu sebulan.

Temuan ini adalah bukti pertama dari korona lubang hitam yang bisa menyusut ketika sang lubang hitam sedang melahap bintang. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa korona lah yang mendorong evolusi lubang hitam selama fase paling ekstremnya.

"Ini adalah pertama kalinya kami melihat bukti semacam ini," kata Jack Steiner, seorang ilmuwan peneliti di Institut Kavli MIT, pemimpin studi ini, dilansir blog resmi MIT. "Korona masih cukup misterius, dan kita masih memiliki pemahaman yang sempit tentang seperti apa korona itu. Tetapi setidaknya kini kami memiliki bukti bahwa korona memiliki peran dalam evolusi lubang hitam."

Gema Sinar-X
Lubang hitam yang terdeteksi pada 11 Maret 2018 ini dikatalogkan secara resmi sebagai MAXI J1820 + 070, nama katalog yang diambil dari nama instrumen penemunya, Monitor of All-sky X-ray Image (MAXI).

MAXI sendiri merupakan seperangkat detektor sinar-X yang dipasang di Modul Eksperimen Kibo milik Jepang yang berada pada Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) di orbit rendah Bumi. Instrumen ini berguna untuk memantau seluruh langit dan mendeteksi ledakan sinar-X.

Segera setelah instrumen MAXI mendeteksi ledakan lubang hitam MAXI J1820 + 070 itu, Steiner dan rekan-rekannya mulai mengamati fenomena tersebut dengan Neutron Interior Composition Explorer, atau NICER, instrumen lain pada ISS, yang dirancang oleh MIT untuk mengukur jumlah dan waktu dari foton sinar-X yang masuk.

Ledakan sinar-X dapat terjadi ketika lubang hitam melahap banyak sekali materi dari bintang terdekat. Materi-materi ini lantas terakumulasi di sekitar lubang hitam, membentuk pusaran yang berputar-putar yang dikenal sebagai cakram akresi. Materi dalam cakram akresi yang lebih dekat ke pusat lubang hitam akan berputar lebih cepat, sehingga menghasilkan gesekan yang memanaskan cakram tersebut.
Cakram akresi tersebut akan memanas hingga memiliki suhu jutaan derajat Celsius. Ketika ada sesuatu yang panas, hal itu akan bersinar seperti sinar-X. Ditambah lagi, cakram akresi ini tidak stabil, bahkan dapat menjatuhkan materi-materinya ke lubang hitam. Dan saat itulah terjadi ledakan, yang biasanya berlangsung sekitar satu tahun.

Dengan menggunakan NICER, tim astronom ini dapat mengumpulkan pengukuran yang sangat presisi mengenai energi dan waktu foton sinar-X yang muncul sepanjang ledakan lubang hitam tersebut terjadi.

Para astronom ini merekam "gema" dari foton berenergi rendah (yang mungkin awalnya dipancarkan oleh cakram akresi) dan foton berenergi tinggi (sinar-X yang kemungkinan berinteraksi dengan elektron korona).

Hasilnya, selama sebulan pengamatan, para astronom mengamati bahwa "gema" tersebut berkurang secara signifikan, menunjukkan bahwa jarak antara korona dan cakram akresi juga menyusut. Tapi, apakah itu cakram akresi atau korona yang berubah?

Untuk menjawab ini, para astronom melanjutkan pengukurannya ke sebuah "garis besi" -- fitur yang dipancarkan oleh atom besi dalam cakram akresi ketika mereka diberi energi, seperti oleh pantulan foton sinar-X dari sebuah elektron korona. Besi di sini dapat dimanfaatkan untuk mengukur batas bagian dalam cakram akresi.

Ketika para peneliti mengukur garis besi dalam ledakan sinar-X ini, mereka tidak menemukan perubahan yang terukur, menunjukkan bahwa cakram akresinya tidak berubah bentuk. Bersama-sama dengan bukti berkurangnya sinar-X, para astronom menyimpulkan bahwa itu pasti korona yang berubah, yang menyusut sebagai akibat dari ledakan lubang hitam.

Meskipun tidak terlalu jelas apa yang sebenarnya menyebabkan korona menyusut, Steiner berspekulasi bahwa awan elektron berenergi tinggi padanya sedang diperas oleh tekanan luar biasa yang dihasilkan oleh longsoran materi yang bertambah dalam cakram akresi.

Pada akhirnya, temuan ini memberikan wawasan baru mengenai fase penting ledakan lubang hitam, yang dikenal sebagai fase transisi dari kondisi keras ke kondisi lunak. Para astronom telah mengetahui bahwa pada suatu titik di awal ledakan, lubang hitam akan bergeser dari fase "keras" yang didominasi oleh energi korona, ke fase "lunak" yang lebih didominasi oleh cakram akresi.

Hemm, lubang hitam ternyata tidak sesederhana yang kita kita, bukan?


Foto: NASA’s Goddard Space Flight Center
Dukung kami untuk terus aktif
Merasa artikel ini bermanfaat untuk kamu? Mau kami bisa terus menerbitkan artikel astronomi bermanfaat lainnya? Kami butuh dukunganmu!

Beri Dukungan
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com