Meteor. Kredit: Martin Marthadinata |
Sebanyak 80 meteor per jam bisa diamati di seluruh Indonesia jika langit cukup gelap dan cuaca cerah. Jadi, carilah lokasi yang minim polusi cahaya karena nantinya kenampakan meteor akan cukup redup.
Menurut pengamat meteor senior Robert Lunsford dari American Meteor Society, Quadrantid terjadi pada rentang tanggal 22 Desember hingga 17 Januari, dengan puncaknya pada dini hari sampai Matahari tanggal 4 Januari 2018.
Hemm, mengapa harus dini hari? Sebenarnya siang hari juga bisa sih, tapi di siang hari meteornya tidak terlihat karena kalah oleh silau Matahari. Nah, tengah malam adalah waktu yang ideal karena langit sedang gelap-gelapnya, meteor yang redup pun bisa terlihat lebih jelas. Mudeng, ya?
Titik radian Quadrantid. Kredit: Stellarium/InfoAstronomy.org |
Meteor-meteor pada Quadrantid dianggap berasal dari asteroid 2003 EH1, yang kemungkinan dulunya merupakan sebuah komet, tapi mati. Mati dalam hal seluruh unsur es dan volatil yang menyusunnya telah menguap, hingga akhirnya hanya menjadi bongkahan batu antariksa saja.
Asteroid tersebut memiliki perihelion (jarak terdekat ke Matahari) tepat di dalam orbit Bumi. Ketika mendekati Matahari, permukaan asteroid tersebut akan terkelupas, sehingga debrisnya akan masuk ke atmosfer Bumi ketika planet kita melintasi bekas jalurnya.
Teropong dan teleskop tidak akan berguna sama sekali untuk melihat hujan meteor, jadi simpan saja dulu. Pengamatan hujan meteor wajib dilakukan dengan mata telanjang. Temukan lokasi yang langitnya gelap dan berikan matamu beradaptasi dengan gelapnya selama sekitar 20-30 menit.
Pakailah jaket agar tetap hangat. Kalau kamu sakit, aku yang cemas.