Hujan meteor. Kredit: Wally Pacholka |
Eits, jangan takut dulu. Walaupun disebut sebagai "hujan meteor", meteor-meteor yang muncul akan berukuran begitu kecil, sehingga mereka semua akan terbakar habis di atmosfer sebelum bisa mencapai permukaan Bumi.
Hujan meteor yang akan kita amati ini bernama Leonid, peristiwa yang terjadi setiap tahunnya pada bulan November, ketika orbit Bumi membawanya melintasi jalur bekas orbit Komet Tempel-Tuttle. Komet tersebut mengelilingi Matahari setiap 33,3 tahun sekali, meninggalkan remah-remah debu di sepanjang bekas jalur orbitnya.
Nah, ketika orbit Bumi melintasi bekas jalur orbit komet tersebut, remah-remah komet yang tertinggal akan tertarik gravitasi Bumi. Hambatan udara di atmosfer Bumi pun pada akhirnya akan menyebabkan remah-remah komet tersebut memanas dan menyala menjadi apa yang disebut sebagai meteor.
Remah-remah komet ini biasanya berukuran sebesar butiran pasir hingga kacang polong, sehingga mereka cenderung akan terbakar sepenuhnya sebelum mencapai permukaan Bumi. Walau begitu, bila ukurannya cukup besar, ada satu atau dua meteor yang bisa bertahan hingga mencapai tanah, yang nantinya akan disebut sebagai meteorit. Tapi, hujan meteor Leonid sepertinya tidak akan menghasilkan meteorit.
Titik radian Leonid. Kredit: Stellarium/InfoAstronomy.org |
Akan ada sekitar 10 sampai 15 meteor per jam. Tapi sayangnya, tahun ini hujan meteor Leonid bertepatan dengan fase Bulan menjelang purnama. Maka dari itu, pengamatan mulai saat sepertiga malam sangat direkomendasikan.
Meteor-meteor nantinya bisa terlihat dengan mata telanjang, jadi kamu tidak memerlukan peralatan khusus untuk melihatnya. Simpan saja dulu teleskop atau binokulermu itu. Cukup pergi ke luar, cari lokasi pengamatan dengan kondisi langit yang gelap, berbaring telentang dan lihatlah langit semalaman. Jangan lupa kenakan jaketmu biar tidak sakit karena kedinginan.
Mari berburu meteor!