Eta Carinae. Kredit: ESA/Hubble, NASA |
Fenomena yang dikenal sebagai Fast Evolving Luminous Transients (FELT) tersebut berhasil dipelajari dengan Teleskop Antariksa Kepler milik NASA. FELT merupakan jenis supernova baru yang terjadi secara singkat.
Kemampuan Kepler untuk secara presisi mengamati perubahan cahaya bintang secara tiba-tiba telah memungkinkan para astronom merancang model penelitian untuk menjelaskan FELT, serta mengesampingkan penjelasan alternatif.
Para astronom menyimpulkan bahwa sumber cahaya FELT berasal dari bintang yang runtuh lalu meledak sebagai supernova. Namun, ada perbedaan dengan supernova biasa. Yakni, ledakan FELT berasal dari bintang yang berada dalam satu atau lebih cangkang gas dan debu.
Ketika energi dari ledakan bintang menumbuk ke cangkang gas dan debu tersebut, sebagian besar energi kinetik segera diubah menjadi cahaya. Hal itu pun lantas membuat semburan radiasi hanya berlangsung selama beberapa hari saja, atau sepersepuluh durasi ledakan supernova pada umumnya.
Skenario peristiwa FELT. Kredit: NASA, ESA, and A. Feild (STScI) |
Tidak seperti Kepler, yang mengumpulkan data di sepetak area langit setiap 30 menit, kebanyakan teleskop lain bekerja dengan mengamati langit setiap beberapa hari. Oleh karena itu, teleskop-teleskop lain selain Kepler sering gagal mendeteksi dan mempelajari FELT, membuat pemahaman fisika dari ledakan ini begitu sulit dipelajari.
Bahkan sebelum pengamatan dengan Kepler ini, ada berbagai teori untuk menjelaskan FELT: sisa cahaya ledakan sinar gamma; supernova yang meledak oleh magnetar (bintang neutron dengan medan magnet yang kuat); atau supernova Tipe Ia yang gagal.
Tapi berkat pengukuran yang presisi dan berkelanjutan dari Kepler, akhirnya para astronom kini bisa mengamati dan mempelajari lebih banyak rincian peristiwa FELT. "Kami mengumpulkan kurva cahaya yang luar biasa," kata Armin Rest dari Space Telescope Science Institute di Baltimore, Maryland, AS.
"Kami akhirnya mampu mempelajari mekanisme dan sifat ledakan FELT. Kami bisa mengecualikan teori alternatif dan sampai pada penjelasan model cangkang debu dan gas. Ini adalah cara baru bagi bintang masif untuk mati dan mendistribusikan materi kembali ke angkasa," tambah Rest.
Penemuan ini merupakan sebuah gebrakan yang tak terduga dari kemampuan unik Kepler untuk mengambil sampel perubahan cahaya bintang secara terus-menerus selama beberapa bulan. Kemampuan ini sebenarnya diperlukan Kepler untuk menemukan planet ekstrasurya yang lewat di depan bintang induknya, namun rupanya bisa juga digunakan untuk mempelajari supernova.
Pengamatan Kepler menunjukkan bahwa sebuah bintang masif dapat mengeluarkan cangkangnya kurang dari setahun sebelum ia meledak sebagai supernova. Hal ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana proses kematian bitang yang kurang dipahami sebelumnya.
Simak penjelasan lebih rinci mengenai studi ini di jurnal Nature Astronomy.