Saran pencarian

Misteri Mengapa Pluto Lebih Dingin dari yang Diperkirakan Terungkap

Komposisi gas atmosfer sebuah benda langit umumnya menentukan berapa banyak panas dari bintang induknya yang terperangkap di permukaannya. Namun, bagi planet kerdil Pluto, tebalnya atmosfer justru membuat ia semakin dingin.
Planet kerdil Pluto. Kredit: NASA/SwRI/JHUAPL
Info Astronomy - Komposisi gas atmosfer sebuah benda langit umumnya menentukan berapa banyak panas dari bintang induknya yang terperangkap di permukaannya. Namun, bagi planet kerdil Pluto, tebalnya atmosfer justru membuat ia semakin dingin.

Sebuah studi baru yang diterbitkan pada 16 November 2017 di jurnal Nature mengusulkan sebuah mekanisme pendinginan baru yang dikendalikan oleh partikel kabut untuk menjelaskan atmosfer dingin Pluto.

"Ini adalah misteri sejak kami pertama kali mendapatkan data suhu dari New Horizons," kata pemimpin studi ini, Xi Zhang, seorang asisten profesor ilmu bumi dan planet di UC Santa Cruz. "Pluto adalah benda langit pertama yang kita tahu di mana atmosfernya didominasi oleh partikel kabut padat dan bukan oleh gas."

Mekanisme pendinginan di Pluto melibatkan penyerapan panas oleh partikel kabut, yang kemudian memancarkan radiasi inframerah, mendinginkan atmosfernya dengan memancarkan energi ke ruang angkasa. Hasilnya adalah suhu, atmosfer Pluto menjadi sekitar minus 203 derajat Celsius, bukan seperti yang diperkirakan awalnya minus 173 Celsius.

Menurut Zhang, radiasi inframerah berlebih dari partikel kabut di atmosfer Pluto nantinya dapat dideteksi oleh Teleskop Antariksa Webb pada tahun 2019 mendatang, yang memungkinkan konfirmasi hipotesis-hipotesis yang dikemukakan Zhang dan rekan-rekannya.

Para astronom mengetahui adanya lapisan kabut atmosfer yang luas setelah melihat gambar Pluto yang diambil oleh wahana antariksa nirawak New Horizons pada Juli 2015 silam. Kabut tersebut diketahui dihasilkan dari reaksi kimia di atmosfer bagian atas, di mana radiasi ultraviolet dari Matahari mengionisasi nitrogen dan metana, yang akhirnya bereaksi membentuk partikel hidrokarbon kecil yang berdiameter puluhan nanometer.

Karena partikel-partikel kecil ini tenggelam ke dalam atmosfer, mereka tetap membentuk kabut yang tumbuh lebih besar saat mereka turun, yang pada akhirnya mereka bisa menetap di permukaan Pluto yang digin.

"Kami percaya partikel hidrokarbon ini terkait dengan benda-benda kemerahan dan kecoklatan yang terlihat pada permukaan Pluto," kata Zhang.

Seolah belum puas, para astronom masih tertarik untuk mempelajari efek partikel kabut pada keseimbangan energi atmosfer pada benda langit lainnya, seperti bulan Neptunus Triton dan bulan Saturnus Titan.


Sumber: Nature, Universitas California Santa Cruz.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com