Citra terakhir Titan yang dipotret Cassini. Kredit: NASA |
Awan ini terletak pada ketinggian sekitar 160 sampai 210 kilometer dari permukaan Titan dan teramati cenderung berada di antara 75 hingga 85 derajat di garis lintang selatan. Awan ini diketahui terbentuk dari hidrogen sianida dan benzen, yang telah mengkristal dalam konfigurasi es yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Walaupun awan beracun ini tidak terlihat oleh mata manusia, awan ini berhasil ditemukan melalui data ilmiah yang dikumpulkan oleh Cassini menggunakan instrumen ilmiah Composite Infrared Spectrometer (CIRS). Awan itu muncul dalam tiga pengamatan berbeda yang diambil antara bulan Juli dan November 2015.
"Awan ini mewakili formula esensial kimia baru di atmosfer Titan," tutur Carrie Anderson, seorang penyidik utama CIRS di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard milik NASA. "Yang menarik adalah bahwa es beracun ini terbuat dari dua molekul yang terkondensasi bersama-sama dari campuran gas yang kaya di kutub selatan Titan."
Deteksi CIRS membingungkan para astronom ini pada awalnya karena mereka belum pernah melihatnya sebelumnya. Untuk mengetahui asal-usulnya, Anderson dan timnya melakukan simulasi es di laboratorium untuk menciptakan kondisi yang mirip seperti di permukaan Titan.
Tim astronom tersebut mencoba berbagai campuran gas dan skenario pembekuan yang berbeda, namun baru pada saat mereka membiarkan hidrogen sianida dan benzena membeku bersamaan, mereka mendapatkan kecocokan dengan pengamatan dan data penelitian Titan tersebut. Di situlah diketahui apa saja unsur-unsur yang terdapat pada awan di Titan, yang ternyata sangat beracun.
Tim tersebut sebelumnya pernah melihat formasi es serupa pada tahun 2005 di kutub utara Titan. Awan tersebut kemudian diketahui terbuat dari hidrogen sianida juga dan beberapa sianoasetilena, satu dari molekul organik yang lebih kompleks di atmosfer Titan.
Hasil penelitian ini pun sangat penting untuk misi masa depan, yang rencananya akan berkunjung ke Titan.
Sumber: GSFC NASA