Saran pencarian

OPINI: Mengapa Indonesia Belum Juga Kirim Astronot ke Antariksa?

Menjadi astronot mungkin merupakan cita-cita setiap individu yang menyukai astronomi. Sudah banyak negara di dunia yang mengirimkan warga negaranya ke luar angkasa untuk menjalani misi, namun tidak dengan Indonesia. Mengapa?
Taufik Akbar (kiri) dan Pratiwi Sudarmono (kanan), astronot Indonesia yang batal meluncur. Kredit: Spacefacts.de
Info Astronomy - Menjadi astronot mungkin merupakan cita-cita setiap individu yang menyukai astronomi. Sudah banyak negara di dunia yang mengirimkan warga negaranya ke luar angkasa untuk menjalani misi, namun tidak dengan Indonesia. Mengapa?

Ada banyak faktor sebenarnya yang membuat Indonesia tak kunjung mengirimkan astronotnya ke luar angkasa. Dalam artikel ini, penulis berusaha membahasnya.

Indonesia dulu sempat punya astronot, atau dalam Bahasa Indonesia disebut "antariksawan". Antariksawan pertama asal Indonesia itu adalah seorang wanita bernama Pratiwi Sudarmono, seorang ilmuwan dari Universitas Indonesia. Beliau lahir tanggal 31 Juli 1952 di Bandung.

Kala itu, rencananya Indonesia akan memberangkatkan astronot dalam misi STS-61-H yang menggunakan pesawat ulang-alik Columbia. STS-61-H yang direncanakan berangkat tahun 1986 ini akan meluncurkan tiga satelit komersil Skynet 4A, Palapa B3 and Westar 6S.

Palapa B3 merupakan satelit Indonesia. Karena itu pemerintah Indonesia merasa perlu memberangkatkan astronot sendiri. Rencananya Pratiwi akan menjadi kru yang mengoperasikan satelit Palapa B3 dalam misi tersebut. Untuk astronot cadangan, ditunjuk Taufik Akbar yang merupakan insinyur PT Telkom.

Keduanya sudah lama berlatih di bawah bimbingan NASA. Pemerintah RI sudah mengeluarkan biaya cukup besar untuk latihan ini. Pratiwi dan Taufik pun sudah siap meluncur ke luar angkasa. Tapi nahas, sebuah musibah terjadi. Pesawat ulang-alik Challenger yang membawa misi STS-51-L meledak dalam peluncurannya. Challenger meledak tanggal 28 Januari 1986, hanya 73 detik setelah diluncurkan. Tujuh kru tewas dalam insiden ini.

Ledakan Challenger di atmosfer Bumi, 73 detik setelah lepas landas. Kredit: Wikimedia Commons
Akibat dari insiden ini, NASA membatalkan beberapa penerbangan ke luar angkasa. Termasuk Columbia yang akan mengangkut satelit Palapa B-3 milik Indonesia. Alhasil, antarikwasan Pratiwi Sudarmono batal meluncur ke luar angkasa, dan hingga kini tak ada lagi niatan pemerintah untuk meluncurkan antariksawan.

Masalah Biaya

Berapa sebenarnya biaya untuk memberangkatkan antariksawan ke luar angkasa? Ada banyak jawaban untuk pertanyaan ini, salah satunya adalah dengan melihat berapa biaya yang dikeluarkan NASA untuk meluncurkan astronotnya.

Saat ini, misi manusia di luar angkasa paling banyak adalah di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), sebuah laboratorium angkasa yang mengitari Bumi di orbit rendah. Dan di dalam ISS, sejauh ini selalu ada 6 astronot dari berbagai negara yang berbeda (walau didominasi oleh AS dan Rusia).

Jumlah total anggaran program misi manusia di luar angkasa di ISS yaitu sekitar 16 miliar dolar AS untuk enam astronot. Dengan begitu, jika dibagi 6, maka kita akan mendapatkan perkiraan kasar bahwa biaya untuk meluncurkan satu astronot ke ISS adalah sekitar 2,6 miliar dolar AS, atau sekitar 34,7 triliun Rupiah!

Bayangkan betapa banyaknya biaya yang dibutuhkan untuk satu antariksawan. Dengan ekonomi Indonesia yang telah kita ketahui bersama, sepertinya memang belum saatnya kita memiliki antariksawan sendiri. Harga cabai yang naik saja kita mengeluh.

Kepala Pusat Sains dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bandung, Clara Yatini mengatakan program mengirim antariksawan ke luar angkasa sangat memerlukan komitmen pemerintah. Sebab program tersebut memerlukan biaya yang besar seperti yang sudah dijabarkan di atas. Sayangnya program antariksa belum menjadi prioritas riset pemerintah Indonesia.

"Program astronot itu kan program pemerintah. Itu kan artinya pemerintah kita belum konsen biayai proyek terkait antariksa yang butuh biaya besar. Kalau lihat kondisi sekarang (alokasi dana riset) sulit," ujar Clara, seperti dilansir dari VIVA.co.id.

Dikatakan Clara, Indonesia tak kalah dalam sumber daya manusia dan hasil penelitian, ilmuwan Tanah Air mampu untuk menjalankan misi ke ISS. Tapi salah satu kendalanya adalah memang soal dukungan biaya.

Mengingat kendala besarnya adalah soal dukungan biaya, Clara mengatakan ada siasat agar Indonesia bisa mengirimkan riset dan antariksawannya ke ISS. Caranya tentu menekan biaya misi yaitu dengan aktif mendekati badan antariksa negara dunia yang menjalankan misi ke ISS.

Astronot Negeri Jiran

Kita sebenarnya bisa mencontoh negeri jiran, Malaysia, yang sudah pernah mengirimkan astronotnya ke luar angkasa pada Oktober 2007. Pengiriman astronot Malaysia ke ISS merupakan bagian dari paket pembelian 18 pesawat tempur Sukhoi milik Rusia oleh Malaysia pada tahun 2003.

Dalam paket pembelian itu, Malaysia berhak mengirimkan satu astronotnya dengan kapsul antariksa Soyuz TMA-11 ke ISS. Kala itu, astronot Malaysia Sheikh Muszaphar, bersama astronot NASA Whitson, dan kosmonot Rusia Malenchenko meluncur dengan sukses ke ISS pada pukul 21:22 WIB, 10 Oktober 2007. Sesuai rencana, Sheikh Muszaphar berada di ISS selama 12 hari sebelum kembali ke Bumi.

Astronot Malaysia Sheikh Muszaphar di ISS, 2007. Kredit: Wikimedia Commons
Sheikh Muszaphar menjalankan percobaan-percobaan di bidang kesehatan di dalam ISS, yaitu karakteristik dan perkembangan sel-sel kanker hati dan leukimia, serta kristalisasi berbagai protein dan mikroba pada gravitasi rendah.

Sanggupkah Indonesia?

Sanggup! Untuk saat ini, kondisi ekonomi kita mungkin memang belum begitu baik, tapi di masa yang akan datang bukan tidak mungkin kita bisa memiliki antariksawan, dan mungkin antariksawan itu adalah Anda yang sedang membaca artikel ini.

Walaupun sejak tahun lalu di Indonesia sedang "kembali ke abad pertengahan" karena sibuk memperdebatkan bentuk Bumi, faktanya hal itu hanya dilakukan oleh segelintir orang yang kurang piknik saja, masih banyak pemuda-pemudi Indonesia yang mampu berkontribusi di bidang sains, khususnya astronomi.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.