Saran pencarian

Pluto yang Telah "Mewarnai" Charon

Pluto mungkin telah berbagi atmosfernya dengan satelit alami terbesarnya, Charon, "mewarnai" kutub utara satelit alami tersebut dengan rona merah yang mencolok secara visual.
Kiri: Charon, kanan: Pluto. Kredit: NASA/SwRI/JHUAPL
Info Astronomy - Pluto mungkin telah berbagi atmosfernya dengan satelit alami terbesarnya, Charon, "mewarnai" kutub utara satelit alami tersebut dengan rona merah yang mencolok secara visual.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kondisi dari dua objek Tata Surya ini selama beberapa miliar tahun terakhir telah memungkinkan atmosfer Pluto menguap dan bergerak ke arah Charon lalu membeku pada kutub Charon yang dingin. Radiasi dengan cepat mengubah metana dan nitrogen es untuk berresidu dan dikenal sebagai tholins.

"Metana cukup volatil, ia dapat menempel pada permukaan suatu benda langit cukup lama," Akan Grundy, penulis utama dari studi baru ini. Grundy adalah seorang ilmuwan planet di Lowell Observatory, Arizona, AS yang juga bagian dari misi New Horizons milik NASA yang terbang lintas dekat Pluto pada bulan Juli 2015.

Setelah melakukan pemodelan kondisi Charon selama beberapa miliar tahun terakhir, Grundy dan rekan-rekannya menemukan bahwa, setelah metana dari Pluto membeku, radiasi kemudian melucuti hidrogen. (Metana terdiri dari hidrogen dan karbon.) Karbon kemudian bergabung dengan molekul lain untuk membuat fragmen yang lebih berat dan  mampu bertahan bahkan setelah suhu menghangat.

Atmosfer yang Terperangkap

Ketika wahana antariksa New Horizons terbang lintas dekat Pluto, ia juga mempelajari Charon. Diketahui, Charon memiliki ukuran hampir sebesar Pluto, menyebabkan banyak ilmuwan ingin menglasifikasikan pasangan ini sebagai sistem planet ganda.

Berdasarkan datar pengukuran awal yang diambil oleh New Horizons, Grundy dan rekan-rekannya berspekulasi bahwa rona merah pada kutub utara Charon terbuat dari tholins yang tercipta dari atmosfer Pluto yang menguap lalu terperangkap pada Charon. Mereka berteori bahwa beberapa material dari atmosfer Pluto bisa membeku dan kemudian radiasi mengubahnya menjadi tholins.

"Atmosfer Pluto memang, entah mengapa, dapat menguap keluar secara radial ke segala arah, dan gravitasi Charon cukup kuat untuk dapat memerangkap beberapa persen dari penguapan atmosfer Pluto itu," kata Grundy.

Untuk mengukur probabilitas bahwa atmosfer Pluto memang ditangkap Charon dan menjadi rona merah pada kutub utaranya, Grundy dan rekan-rekannya membuat model penelitian tentang bagaimana suhu berubah pada Charon.

Musim dingin di Charon adalah sangat dingin, dengan suhu kutubnya yang hanya beberapa derajat Celcius lebih tinggi dari nol mutlak (sekitar minus 273,15 derajat Celcius). Dan karena musim dingin di Charon berlangsung begitu lama (lebih dari 100 tahun Bumi) atmosfer Pluto yang diperangkapnya memiliki cukup waktu untuk membeku.

Lain lagi dengan suhu yang lebih hangat di sekitar ekuator Charon, hal tesebut kurang memungkinkan material atmosfer Pluto jatuh ke permukaan sekitar ekuator, yang juga menjelaskan mengapa rona merah hanya berada di kutub utarannya saja.

Kini akhirnya para astronom telah tahu apa yang membuat rona merah pada Charon setelah tepat 14 bulan yang lalu wahana antariksa New Horizons berada di jarak terdekatnya dengan Pluto dan Charon. Penelitian ini telah dipublikasikan pada 14 September 2016 di jurnal Nature.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.