Saran pencarian

Prestasi Luar Angkasa di 71 Tahun Indonesia Merdeka

Tujuh puluh satu tahun Indonesia merdeka, apa kabar prestasinya di bidang sains dan luar angkasa? Sangat banyak tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebagai negara yang besar, Indonesia sudah ketinggalan jauh dari sisi keilmuan luar angkasa. Bahkan kalah dari India yang mempunyai jumlah penduduk miskin hampir setara dengan Indonesia.
Observatorium Bosscha. Kredit: Istimewa
Info Astronomy - Tujuh puluh satu tahun Indonesia merdeka, apa kabar prestasinya di bidang sains dan luar angkasa? Sangat banyak tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebagai negara yang besar, Indonesia sudah ketinggalan jauh dari sisi keilmuan luar angkasa. Bahkan kalah dari India yang mempunyai jumlah penduduk miskin hampir setara dengan Indonesia.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin mengatakan sejak tahun lalu, Indonesia baru benar-benar mewujudkan mimpinya membangun luar angkasa. Hasil pengindraan satelit LAPAN-A2 itu belum bisa digunakan secara penuh. Dan satelit LAPAN-A3 saat ini baru siap dioperasikan.

Selama 40 tahun ke depan, menurut profesor astronomi itu, Indonesia bakal mulai serius melancarkan proyek-proyek pembangunan luar angkasa. Seperti memproduksi satelit, pesawat dan roket. Dalam waktu dekat, LAPAN juga berencana membangun bandar antariksa untuk peluncuran roket secara mandiri di Indonesia timur.

Sejarah keantariksaan di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak era 60-an, baru akhirnya ditetapkan berdirinya LAPAN tahun 1963. Kegiatan LAPAN pertama lebih difokuskan ke pembuatan roket dan satelit, ditambah dengan penerbangan. Tapi banyak kendala sebagai negara yang baru berkembang. Pertama, tentunya masalah anggaran dan kedua, masalah sumber daya manusia.

Tahun 1976, Indonesia melalui perusahaan telekomunikasi kemudian membeli satelit komunikasi, SKSD Palapa. Kala itu, Indonesia menjadi negara ketiga yang menggunakan satelit komunikasi setelah AS dan Kanada. Tahun 1976, LAPAN masih menggeluti pembuatan roket, satelit juga masih dalam tahap wacana. Kemudian fokus pada pengembangan pesawat.

Kemudian tahun 2007, Indonesia mulai putuskan harus mempercepat penguasaan teknologi satelit dengan bekerjasama dengan Jerman. LAPAN menyediakan anggarannya dan mengirimkan SDM ke sana. Saat itu kita perlu menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk menguasai teknologi satelit. Akhirnya engineering kita membuat satelit dengan bimbingan profesor di Jerman.

Biaya sepenuhnya dari LAPAN, dari komponen sampai membayar profesor pembimbing. Satelit LAPAN pertama buatan Indonesia dan bekerja sama dengan Jerman, LAPAN-A1 diluncurkan di India pada 10 Januari 2010. Bobot satelit ini 57 kg. Total anggaran yang dikeluarkan saat itu Rp35 miliar.

Selanjutnya, ketika LAPAN-A1 berhasil mengangkasa, para insinyur kita ini membuat satelit LAPAN-A2 yang bekerja sama dengan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI). Satelit ini bukan hanya untuk pemantauan tapi juga untuk keperluan radio ORARI.

Bobot satelit LAPAN-A2 sekitar 70 kg, dan biaya pembuatan hingga peluncurannya sekitar Rp50 miliar. Teknologi LAPAN-A2 ini lebih baru dan ditambah dengan sensor pemantau otomatis kapal laut. Ada dua kamera pemantauan. Mengambil citra dan video. Selain itu untuk komunikasi radio. Satelit ini diorbitkan di ekuator dengan kemiringan 6 derajat, melerati Indonesia 14 hari dalam sehari.

Setelah LAPAN-A2 selesai, Indonesia akhirnya merakit dan meluncurkan LAPAN-A3 yang bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). LAPAN-A3 merupakan satelit pertama yang dibuat oleh orang Indonesia dan dikerjakan di Indonesia, tidak seperti pendahulunya. Satelit ini untuk memantau pertanian dan kapal laut. Bobotnya hampir 100 kg.

Mengapa begitu lambat keantariksaan kita berkembang? Jawabannya, karena memang SDM LAPAN ini dibatasi dengan aturan formasi pegawai negeri. Kita tidak bisa merekrut begitu saja, karena tergantung anggaran. Untuk teknologi satelit relatif mudah diperoleh karena sebagai teknologi yang disebut teknologi non militer.

Selain itu anggaran yang diberikan untuk program antariksa sangat kecil. Dibandingkan dengan lembaga antariksa Tiongkok, mereka mempunyai tempat pembuatan satelit seluas 1 kota sehingga disebut space city. Jumlah pegawainya lebih dari 10 ribu hanya khusus untuk pembuatan satelit.

Kalau dilihat-dilihat belakangan ini, bidang sains dan antariksa kita bahkan mengalami kemunduran. Di saat negara-negara lain, bahkan negara tetangga seperti Malaysia sedang giat-giatnya membangun misi luar angkasa, sebagian penduduk bangsa ini masih terkungkung dalam kepercayaan kuno tentang bentuk Bumi yang datar.

Sungguh disesalkan memang. Sebagai generasi muda, kita seharusnya bisa ikut mencerdaskan bangsa yang akan jadi bangsa yang maju di masa mendatang ini. Bukan justru membodohi (dan ikut-ikutan bodoh). Indonesia harus maju, dimulai dari majunya pemikiran masyarakatnya, menumbuhkan kembali minat membaca, menjadi masyarakat yang tidak buta ilmu pengetahuan.

Walau begitu, mari terus mencintai dan merawat bangsa Indonesia yang besar ini. Jadikan Indonesia negeri yang kita banggakan bersama-sama. Merdeka!
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.