Bintik Merah Raksasa di Jupiter. Kredit: NASA/Wikimedia Commons |
Para astronom di masa lalu bahkan astronom modern saat ini belum tahu pasti kapan tepatnya badai abadi tersebut terbentuk. Dalam catatan sejarah, astronom pertama yang mengamati badai di Jupiter ini adalah Robert Hooke tahun 1664, namun ia menggambarkan badai ini di belahan Utara Jupiter.
Selanjutnya, perhitungan yang lebih handal berasal dari astronom Giovanni Cassini, yang terkenal karena pengamatannya terhadap planet Saturnus. Cassini mengamati Saturnus (dan Jupiter) dengan teleskop rancangannya pada rentang tahun 1665-1713.
Di sBumi, kita mengklasifikasikan badai sebagai Kategori 1 ketika kecepatan anginnya mencapai 119 km per jam, dan badai Kategori 4 ketika kecepatan angin mencapai lebih dari 250 km per jam. Baik badai Kategori 1 maupun 4 di Bumi sudah sangat menakutkan, kecepatan anginnya dapat mengobrak-abrik bangunan dan meluluh lantakkan seluruh kota. Sementara itu, berapa kecepatan badai Bintik Merah Raksasa di Jupiter? Menurut perhitungan yang paling presisi saat ini, kecepatan badai abadi di Jupiter bisa mencapai hampir 650 km per jam!
Tapi, sebenarnya seberapa besarkah badai tersebut? Percayalah, itu amat sangat besar, lebih besar dari yang Anda bayangkan saat ini. Ketika para astronom pertama kali mulai melakukan pengukuran yang akurat pada 1800-an, Bintik Merah Raksasa memiliki lebar sekitar 40.000 kilometer dan tinggi 14.000 kilometer.
Namun sayangnya, sejak saat itu, Bintik Merah Raksasa ternyata semakin menyusut dari tahun ke tahun. Ketika wahana antariksa Voyager terbang lintas dekat melewati Jupiter di akhir tahun 1970-an, Bintik Merah Raksasa terhitung menyusut hingga 23.000 kilometer.
Pada tahun 1995, Teleskop Antariksa Hubble mengamati Jupiter, dan diketahui badai abadinya menyusut 21.000 kilometer, dan kemudian lagi pada tahun 2009, ukuranya menjadi 18.000 kilometer. Sekitar setahun yang lalu, Hubble melakukan pengukuran baru, dan sekarang badai ini hanya memiliki lebar 16.500 kilometer.
Kami memang mengatakan "hanya", namun perlu diingat bahwa diameter Bumi adalah 12.742 kilometer. Dengan kata lain, entah bagaimana caranya, Bintik Merah Raksasa Jupiter masih bisa menelan sebuah Bumi.
Kini para astronom memperkirakan Bintik Merah Raksasa menyusut sekitar 930 kilometer per tahun. Dan karena penyusutan itu, badai ini berubah dari oval ke bentuk yang lebih melingkar. Pada saat yang sama, warnanya juga berubah, dari yang awalnya sangat merah (sehingga disebut “Bintik Merah”), kini semakin pudar merahnya menjadi putih kecoklatan.
Ada kemungkinan bahwa Bintik Merah Raksasa benar-benar bisa hilang dalam beberapa tahun mendatang, entah di generasi kita atau generasi anak cucu kita. Dan kemudian, setiap astronom di masa mendatang akan gagal untuk dapat melihatnya.