Buzz Aldrin, astronot kedua yang mendarat di Bulan. Kredit: Arsip NASA |
Dengan Stasiun Luar Angkasa Internasional yang dijadwalkan untuk dinonaktifkan dengan diterjunkan langsung ke laut pada tahun 2024, masing-masing lembaga antariksa AS dan Rusia dipastikan akan saling bergantung pada satu sama lain untuk mengembangkan dan mengeksplorasi luar angkasa lebih jauh.
Rusia yang dikenal baik dalam mengembangkan modul luar angkasa, seperti dilansir InfoAstrnomy.org dari majalah Popular Mechanics, mereka akan merancang modul dan habitat bagi astronot kedua negara yang akan kembali ke Bulan tersebut.
Kerja sama antara kedua lembaga antariksa ini akan membantu AS mendirikan basis luar angkasa lain yang bisa menjadi titik transit untuk eksplorasi ke Mars, begitupun dengan Rusia dan negara-negara maju lainnya.
Associate Administrator untuk Eksplorasi Antariksa Manusia NASA, William Gerstenmaier, mengatakan misi ke Bulan memiliki potensi besar sebagai "batu loncatan" manusia menjelajah lebih jauh ke luar angkasa.
“Amerika Serikat dan Rusia akan menjadikan Bulan sebagai 'stasiun luar angkasa' baru. Anggap saja sebagai awal dari sistem transit dari Bumi menuju planet Mars," ungkap Gerstenmaier.
AS dan Rusia akan mencoba misi yang diperkirakan berlangsung hampir 400 hari di permukaan Bulan pada akhir tahun 2020-an untuk mempersiapkan misi ke planet Mars.
Kolaborasi antara kedua negara ini sebenarnya tidak sepenuhnya mengejutkan, AS dan Rusia telah lama bekerja sama dalam misi asosiasi mereka di Stasiun Luar Angkasa Internasional yang pertama dimulai pada tahun 1993.
Bagaimana dengan Indonesia? Kita sedang mengalami kemunduran ke abad pertengahan, terlalu ribut memperdebatkan bagaimana bentuk Bumi, sementara negara-negara lain sudah memiliki visi dan misi yang matang untuk menjelajahi luar angkasa.