 |
| Star Trail di langit Gunung Bromo, Jawa Timur, Indonesia. Kredit: HuiChieh (my dark sky) |
Star Trail, mungkin tidak banyak yang tahu tentang ini. Dalam astrofotografi, star trail adalah salah satu teknik fotografi yang memanfaatkan long-exposure untuk memotret gerakan bintang di langit malam akibat rotasi Bumi. Bintang yang bergerak semu tersebut membuat efek garis yang menakjubkan.
Pada sebuah foto star trail, kita akan mendapati bintang-bintang di langit nampak sebagai garis-garis di hasil fotonya, seperti pada foto di atas. Semakin lama eksposur, semakin panjang garis bintang yang dihasilkan.
Kabar baiknya, Anda bisa mencoba mencicipi sensasi memotret star trail. Apa lagi jika Anda merupakan fotografer yang sedang mencoba hal-hal baru.
Yang dibutuhkan untuk memotret star trail:
- Kamera DSLR (wajib)
- Tripod yang kokoh
- Lensa wide dengan aperture lebar (misal 16-35mm. Aperture F2,8)
- Intervalometer, atau menggunakan kabel shutter release juga bisa
 |
| Star Trail di puncak Gunung Prau, Wonosobo, Indonesia. Kredit: Martin Marthadinata |
Baik intervalometer maupun kabel shutter release, keduanya sangat penting agar hasil potret tidak goyang. Selain itu terdapat juga perangkat lunak tambahan pada kamera yang didalam perangkat tersebut terdapat fungsi intervalometer. Perangkat lunak itu bernama Magic Lantern.
Mengatur Kamera
Pada dasarnya memotret star trail hampir sama dengan memotret langit malam hari. Pilih aperture lebar (f3,5 atau f2,8). Atur ISO pada 800–1600, jangan terlalu tinggi ISO-nya agar tidak banyak noise. Memotret star trail dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, yaitu dengan long-exposure secara berjam-jam, sehingga cahaya yang masuk ke sensor berintensitas tinggi.Tetapi ini sangat beresiko di era digital ini karena cara ini sebenarnya lebih sering digunakan pada era kamera analog. Risiko yang dapat ditimbulkan pada kamera digital jika menggunakan cara ini adalah overheating sensor, terdapat dead pixel pada sensor kamera, atau bahkan kerusakan sensor.
Cara lainnya atau cara kedua adalah, dengan mengambil beberapa foto dengan cara pengambilan eksposure yang lebih singkat (misalnya 20-30 detik). Pertama tes dulu pengaturan kamera dan objek langit yang akan diambil, periksa apakah sudah pas atau belum.
Jika sudah, sebisa mungkin matikan fungsi noise reduction pada kamera, karena ini akan memperlambat kamera dalam memproses gambar, lebih baik pengurangan noise dilakukan pada post-processing.
Setelah pengaturan kamera sudah pas semua, atur intervalometer pada kisaran 3-5 detik (jadi, jarak pengambilan gambar yang satu ke yang lain adalah 3-5 detik) karena jika terlalu lama, maka jejak bintang akan terputus putus.
Jauh sebelum memulai itu semua, perhatikan komposisi pada foto, aturan yang biasa digunakan adalah rule of third, yaitu objek langit adalah 2/3 dari keseluruhan gambar, dan sisakan 1/3 nya untuk tanah sebagai pembanding.
Perhatikan juga foreground yang akan kita ambil, sebaiknya jangan terlalu memenuhi gambar. Selama proses pengambilan gambar, usahakan tidak ada objek pengganggu yang bergerak tidak konstan karena itu akan mengganggu saat proses stacking.
Jika sudah selesai dalam pengambilan foto (waktu yang panjang pastinya) kini saatnya mendapatkan foto star trail tersebut melalui post-processing atau editing. Jika diperlukan, edit-lah semua gambar agar hasilnya lebih baik, baik itu croping, eksposur, noise reduction dan lain-lain, agar lebih cepat dan efisien dapat menggunakan Lightroom karena hanya dengan mengedit satu foto saja dapat disingkronkan ke foto yang lain.
Setelah editing gambar selesai kita akan masuk ke proses stacking atau proses menggabungkan semua foto tersebut. Ada beberapa perangkat lunak untuk proses menggabungkan foto ini, misalnya ImageStacker, DeepSkyStacker, StarTrailStacker, atau StarStaX yang sangat mudah digunakan.
Selamat mencoba!