Ilustrasi. Kredit: Istimewa |
"Dua tahun lagi akan diluncurkan satelit tersebut yang diberi nama Tanah Air I. Nama tersebut memiliki filosofi tersendiri," kata Prof Josephat Tetuko Sri Sumantyo guru besar di Universitas Chiba yang ikut menangani pembuatan satelit tersebut seperti dilansir dari LAPAN.go.id.
Ia menyampaikan itu pada acara kuliah umum di Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru. Huruf I setelah kata Tanah Air dapat diartikan yang kesatu atau pertama atau bahkan bisa diartikan sebagai I untuk kata Indonesia jadi namanya Satelit Tanah Air Indonesia.
Dalam pembuatan satelit ini, Profesor asal Indonesia itu menjadi pemilik sekaligus periset yang bernaung dalam Josh Microwave Remote Sensoring Laboratory (JMRSL). Menurutnya, proyek ini adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu dirinya karena bekerja untuk Indonesia adalah kesempatan yang tidak ia sia-siakan. Meskipun selama ini dia telah lama tinggal di Jepang dan bekerja di sana.
"Ini bentuk nasionalisme yang ingin saya berikan untuk tanah air, yaitu melalui transfer teknologi," ujarnya Sementara itu LAPAN sendiri adalah lembaga pemerintah non kementrian Indonesia yang melaksanakan tugas di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya. Lembaga ini menyokong pembuatan satelit dengan memberikan bantuan dana riset.
Seminar di UIR ini digagas oleh Fakultas Teknik. Salah satu alumninya Mahasiswa Master di Universitas Chiba dan belajar dengan Prof Josephat Tetuko Sri Sumantyo.
Josaphat lahir di Bandung, Jawa Barat pada 25 Juni 1970; umur 45 tahun dan menjabat sebagai Profesor penuh di Center for Environmental Remote Sensing, Universitas Chiba, dan sebagai profesor/dosen tamu di berbagai universitas.
Ia adalah salah satu pemegang paten antena mikrostrip (antena berbentuk cakram berdiameter 12 sentimeter dan tebal 1,6 milimeter) yang dapat digunakan untuk berkomunikasi langsung dengan satelit, penemu circularly polarized synthetic aperture untuk pesawat tanpa awak dan satelit mini, serta radar peramal cuaca 3 dimensi.