Sunita Williams. Kredit: NASA |
Kami sangat tertegun membaca sebuah berita bohong yang pasti tidak akan mau dipertanggung jawabkan oleh sang penyebar yang berisi:
Sunita Wiliams wanita kelahiran India tahun 1965. Dia wanita India pertama yang pergi ke bulan pada 9 Juli 2011. Sekembalinya dari bulan, ia langsung masuk memeluk agama Islam. Dia berkata: "Dari bulan seluruh bumi kelihatan hitam dan gelap, kecuali 2 tempat yang terang dan bercahaya. Ketika aku liat dengan teleskop ternyata tempat itu adalah Mekah dan Madinah. Dan di bulan semua frekuensi suara tidak berfungsi tapi aku masih mendengar suara adzan.
Mari kita bahas.
Pertama, Sunita Williams bukanlah orang India. Sunita, menurut NASA, adalah perwira Angkatan Laut Amerika Serikat dan astronot NASA kelahiran 19 September 1965. Dia ditugaskan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sebagai anggota Ekspedisi 14 dan kemudian bergabung dengan Ekspedisi 15. Dia memegang rekor perempuan yang melakukan penerbangan luar angkasa terlama (195 hari).
Pada tahun 2011, seperti dituliskan dalam berita bohong di atas, Sunita pergi ke Bulan. Tapi sayangnya, tidak ada misi pendaratan manusia di Bulan pada tahun 2011. Misi pendaratan di Bulan oleh NASA yang terakhir terjadi pada tahun 1976 silam. Manusia tak pernah berkunjung ke satu-satunya satelit alami milik Bumi ini sejak saat itu.
Kedua, suara adzan atau suara apapun dari Bumi tidak akan pernah terdengar dari Bulan. Jarak Bumi-Bulan yang relatif jauh (sekitar 380.000 km) ditambah luar angkasa yang merupakan ruang vakum, sangat tidak memungkinkan sebuah suara dapat merambat di ruang hampa udara tersebut. Sementara pendengaran manusia yang hanya antara 20 hertz sampai dengan 20.000 hertz juga tidak bisa mendegar suara-suara di Bumi ketika berada di Bulan, dan juga sebaliknya.
Sebagai perbandingan, pernahkah Anda mendengarkan suara orang-orang yang berada di dalam pesawat ketika sedang terbang di langit atas rumah Anda? Pesawat terbang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Bulan, namun mendengarkan suara orang-orang di dalam pesawat tetap tidak mungkin dilakukan.
Dan ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam yang sekolahnya hanya SD, tapi juga terjadi di kalangan manusia kelas sarjana. Perlu dicatat bahwa kejelian atau intuisi terhadap sebuah informasi, pada kenyataannya, tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat sekolah kita, tingkat gelar pada nama kita.
Yang mengenaskan tentu saja karena cerita di atas dikaitkan dengan agama, dengan keyakinan, dan sangat riskan jadi bahan olok-olok kepada agama tertentu. Bagi penulis, keimanan yang kuat bukanlah sesuatu yang timbul dari "kesaksian" (apalagi kesaksian palsu yang terus disebarluaskan dan diulang-ulang sehingga ada ribuan orang yang pernah mendengar dan dijadikan justifikasi bahwa cerita itu benar, "karena ada ribuan orang mendengar cerita itu") atas keajaiban.
Keimanan itu dari ilmu. Keajaiban cenderung membuat kita lemah, bukan menguatkan, karena toh di agama lain juga banyak kesaksian soal "keajaiban-keajaiban." Kembali menurut penulis, sebagai orang beriman, kita hanya cukup mempercayai suatu keajaiban, tanpa harus membuktikan keajaiban tersebut.
Lah, bagaimana kalau seandainya ini beneran? Bukan hoax?
Karena "seandainya" akan selalu kalah dengan bukti ilmiah. Mari lebih membuka pikiran.
Ditulis oleh Editor: Riza Miftah Muharram