Bulan. Kredit: Riza Miftah Muharram |
Tim ilmuwan sebenarnya sudah melaporkan penyusutan Bulan sejak lama, ketika sekelompok peneliti yang dipimpin Thomas R. Watters dari Smithsonian National Air and Space Museum mengambil gambar retakan Bulan tersebut dari wahana antariksa Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) milik NASA yang ditempatkan di orbit Bulan.
Seperti dilansir dari CNN Indonesia, mereka awalnya menemukan 14 lereng curam sepanjang 9,6 kilometer yang terbentuk dari kerak panas yang retak dan mencair ketika sudah membeku. Kontraksi dari proses pendinginan kerak Bulan memaksa mantel dan permukaannya seperti melebur, sehingga muncul penyimpangan yang mengakibatkan Bulan menyusut.
Lereng penyusutan Bulan. Kredit: NASA |
Lima tahun kemudian, yaitu 2015 sekarang, Watters kembali menyatakan bahwa lereng di Bulan itu seharusnya bersifat acak, namun nyatanya lereng tersebut terbentuk sesuai polanya. Ia lalu mengatakan bahwa tarikan gravitasi Bumi berpotensi membantu penyusutan Bulan.
Wahana antariksa LRO mengidentifikasi, kini lereng curam di Bulan sudah bertambah menjadi 3.200 di mana posisi lereng tersebut sesuai dengan kekuatan pasang surut dari Bumi terhadap Bulan. "Temuan ribuan lereng curam baru yang dipengaruhi oleh daya pasang surut Bumi merupakan dimensi baru yang menarik bagi pemahaman kami tentang hubungan dekat antara planet kita ini dengan sang rembulan," kata Watters lagi.