Citra Pluto yang diambil dari 'belakang'. Kredit: NASA, JHUAPL, SwRI |
Pada konferensi pers pada 24 Juli 2015, anggota tim misi New Horizons berbicara tentang pengetahuan baru yang didapat dari data yang dikumpulkan oleh wahana antariksa tak berawak tersebut, sebuah wahana antariksa yang terbang lintas dekat Pluto pada 14 Juli 2015.
"Pluto memiliki cerita yang sangat rumit untuk dijelaskan," kata Alan Stern, peneliti utama misi New Horizons, mengatakan pada konferensi pers. "Ada banyak pekerjaan yang perlu kita lakukan untuk memahami planet kerdil yang sangat rumit ini."
Citra Pluto terbaik dalam sejarah. Kredit: NASA, JHUAPL, SwRI |
Citra Pluto terbaik dalam sejarah di atas menunjukkan permukaan Pluto pada warna sebenarnya, sebuah warna yang sama apabila diamati dengan mata manusia. Citra ini diambil dengan menggabungkan data dari Long Range Reconnaissance Imager (LORRI) dan instrumen Ralph yang terdapat di New Horizons.
Pluto (kiri), dan satelit terbesarnya Charon (kanan). Kredit: NASA, JHUAPL, SwRI |
Para ilmuwan berpikir warna merah Pluto adalah hasil dari partikel yang muncul di atmosfer, partikel yang muncul dari interaksi metana dengan sinar UV dari Matahari. Partikel-partikel ini terbentuk bersama-sama, semakin berat, dan akhirnya turun sebagai hujan di permukaan Pluto.
Di sisi lain, pengamatan baru Charon menunjukkan bahwa ia memiliki atmosfer yang lebih tipis dari Pluto. Mungkin ada lapisan tipis seperti nitrogen di atmosfer, atau metana, atau konstituen lainnya, tapi sangat tipis dibandingkan dengan atmosfer Pluto.
Atmosfer Pluto. Kredit: NASA, JHUAPL, SwRI |
"Ini adalah salah satu citra pertama kami dari atmosfer Pluto. Citra ini sempat membuat para peneliti tertegun dan takjub," kata Michael Summers, anggota tim misi New Horizons yang berbasis di George Mason University di Fairfax, Virginia, pada konferensi pers (24/7).
"Selama 25 tahun, kita telah mengetahui bahwa Pluto memiliki atmosfer. Tapi hanya sekadar mengetahui, dan ini adalah citra pertama dari atmosfernya. Ini adalah pertama kalinya kita benar-benar melihat atmosfer itu. Kami takjub dan terharu." ungkap Michael.
Kabut merupakan bagian dari partikel yang akhirnya jatuh ke permukaan dan memberikan Pluto rona kemerahannya. Kabut meluas setidaknya 160 km di atas permukaan Pluto, atau lima kali lebih tinggi dari model komputer yang sempat meprediksinya. Menurut NASA, ini adalah "kejutan besar".