Satelit GOCE. Kredit: ESA |
Seperempat jam sebelumnya, bangkai GOCE masih lewat di atas Indonesia dari arah Timur Laut ke Barat Daya, menyusuri Selat Makassar, Laut Flores dan Pulau Lombok.
Sampai saat terakhir, bangkai GOCE masih memancarkan sinyalnya,mewartakan status internal komputernya.
Hingga 1 jam sebelum jatuh, Lembaga Antariksa Eropa (ESA) masih menjalin kontak dengan bangkai ini saat ia melintas di atas Swedia pada ketinggian kurang dari 125 km dpl.
Satelit bernama lengkap GOCE, akronim dari Gravity-field and steady-state Ocean Circulation Explorer.
Penyelidik medan gravitasi Bumi dengan akurasi yang belum pernah dicapai program antariksa lainnya ini tak bisa lagi dikendalikan manusia setelah kehabisan bahan bakar Xenon-nya semenjak 21 Oktober 2013 lalu.
Satelit GOCE dibangun Lembaga Antariksa Eropa (ESA) dengan tujuan untuk menyelidiki medan gravitasi Bumi dalam lingkup global pada akurasi yang tak pernah diperoleh sebelumnya.
GOCE dilengkapi dengan instrumen gradiometer dan pemantul laser guna memetakan medan gravitasi hingga tingkat akurasi 1 miliGal (0,00001 g, g = percepatan gravitasi Bumi rata-rata) pada resolusi spasial kurang dari 100 km.
Selain itu GOCE juga bertujuan untuk membantu menentukan model geoid, yakni model bentuk Bumi yang khas dengan mendasarkan pada permukaan laut rata-rata, dengan tingkat akurasi hingga 1 atau 2 cm, juga pada resolusi spasial kurang dari 100 km.
Dengan tujuan seperti itu jelas bahwa GOCE adalah satelit geodesi yang bakal membantu kita memahami dinamika interior Bumi dengan lebih baik khususnya yang terkait lapisan litosfer dan selubung (mantel) Bumi.
Misalnya komposisi selubung serta proses subduksi dan pengangkatan (uplift) lempeng-lempeng tektonik. Selain itu GOCE membantu kita lebih memahami dinamika arus laut global dan ketebalan lembaran-lembaran es di kutub berikut pergerakannya.
Bye, GOCE!