Hilal atau dalam astronomi disebut Bulan Sabit Muda. Kredit: universetoday.com |
Namun, kapan pastinya hari Idul Fitri tahun ini? Untuk saat ini, Info Astronomy belum berani memastikan. Tapi mari kita cari tahu bagaimana cara melihat hilal atau Bulan Sabit Muda untuk awal bulan hijriyah.
Untuk menentukan awal bulan hijriyah, digunakan beberapa metode, yakni Hisab dan Rukyat.
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi Bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan Bulan Sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Hisab secara harfiah perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi Matahari dan Bulan terhadap Bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat.
Sementara posisi Bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya Matahari dan Bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan.
Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, Bulan, dan Bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris.
Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
Jadi, kapan 1 Syawal 1434 H?
Bulan, satu-satunya satelit alami yang dimiliki Bumi, pada tanggal 7 Agustus 2013 akan memasuki fase Bulan Baru. Sudah pernah belajar fase Bulan, kan?
Pada saat Bulan Baru, yang terjadi adalah posisi Matahari, Bulan, dan Bumi ada dalam 1 garis lurus. Seperti yang dijelaskan di atas, ini namanya konjungsi. Saat konjungsi, kita bisa menggunakan metode hisab.
Metode hisab secara sederhana adalah saat Matahari-Bulan-Bumi berkonjungsi. Jika 7 Agustus 2013 adalah konjungsi, maka dipastikan 8 Agustus 2013 adalah 1 Syawal 1434 H.
Namun itu baru metode pertama (hisab). Metode kedua adalah Rukyat. Rukyat secara sederhana adalah mengamati Bulan Sabit Muda saat Matahari sudah terbenam. Metode ini yang dipakai pemerintah Republik Indonesia.
Dengan digunakannya metode rukyat. Maka saat konjungsi (7 Agustus 2013) dapat dipastikan hilal atau Bulan Sabit Muda tidak akan terlihat. Karena seharusnya hilal terlihat seperti foto di atas.
Jika menggunakan metode rukyat untuk menentukannya, 1 Syawal 1434 H akan jatuh pada tangal 9 Agustus 2013. Kita tunggu saja keputusannya nanti, semoga tulisan ini menambah pengetahuan Anda.
Penulis: Riza
Penyunting: Moderator