Akses artikel Premium dengan menjadi member BelajarAstro KLUB, daftar di sini!

Saran pencarian

Tikus di Mars, Hanya Batu Bekas Genangan Air

Tikus di Mars
Atas: citra asli dari Mastcam Curiosity. Bawah: citra hasil sunting. Kredit: Ma'rufin Sudibyo, NASA
Info Astronomy - Ini kabar remeh-temeh, sehingga statusnya hanyalah guyonan atau hiburan semata, bukan informasi yang patut dicermati apalagi menjadi catatan sejarah tersendiri.

Kabar "Tikus di Mars" bersumber dari laman underground UFOSightingDaily yang memang lebih menekankan sensasi, bukan akurasi informasi. "Tikus di Mars" sebenarnya sudah agak lama beredar di jagat maya, setidaknya sejak akhir tahun 2012 lalu.

Baru kali ini 'meledak' dan menjadi heboh di mana-mana, itu semata karena sejumlah media (termasuk salah satu media mainstream Indonesia) meliriknya. Dan segera histeria khas internet pun bekerja, membuat "Tikus di Mars" menjadi trending topic.

Kabar "Tikus di Mars" berkisah soal sosok mirip tikus di permukaan Mars, yang terekam dalam kamera robot penjelajah Curiosity (Mars Science Laboratory). Sosok tersebut nampak seakan mengendap-endap di sela-sela batuan. UFOSightingDaily menyebut ada kemungkinan asal sosok tikus ini.

Satu, dia benar-benar hewan asli dari Mars. Dan yang kedua, tikus itu dibawa dari Bumi oleh Curiosity dalam eksperimen rahasia untuk menguji kemampuannya (dari hidup hingga mati) secara diam-diam tanpa publikasi, agar tidak terbebani masalah etis.

Dalam kabar yang kemudian menyebar tak berkeruncingan, foto "Tikus di Mars" tersebut diklaim telah dihapus dari situs NASA. Padahal jika laman Curiosity milik NASA ditelusuri, khususnya di bagian Multimedia atau Raw Images, foto "Tikus di Mars" itu masih ada tanpa 'diutak-atik'.

Obyek "Tikus di Mars" itu terekam kamera utama (Mastcam) Curiosity saat robot penjelajah itu berada di Rocknest, sekitar 400 meter dari titik pendaratannya. Curiosity tiba di Rocknest dalam sol ke-52, tepatnya pada 28 September 2012.

Obyek "Tikus di Mars" itu terekam dua kali, masing-masing oleh kamera Mastcam kiri dan kanan, yakni pertama pada pukul 22:26:54 WIB dan yang kedua pada pukul 22:27:52 WIB. Dalam kedua citra tersebut, obyek "Tikus di Mars" tetap berada dalam posisi dan sikap yang sama tanpa beringsut sedikitpun.

Dalam citra aslinya, obyek "Tikus di Mars" sebenarnya tidak benar-benar mirip tikus. Ia nampak seperti seonggok batu biasa saja, dengan saputan debu Mars di permukaannya sebagaimana layaknya batu-batu Mars lainnya yang berserakan disekitarnya. Kesan "tikus" baru muncul setelah citra tersebut ditingkatkan kontrasnya. NASA biasa melakukan teknik peningkatan kontras ini untuk mempermudah analisis terhadap permukaan Mars.

Apakah "Tikus di Mars" itu benar-benar tikus? Sayangnya, sangat sulit untuk mengiyakannya. Jika dia tikus hidup, muncul pertanyaan mengapa tubuhnya terselimuti debu demikian rupa padahal hewan ini dikenal sebagai hewan yang sangat teliti dalam menjaga kebersihan dirinya, terlepas dari anggapan kita yang sering melihat sosoknya sebagai hewan yang jorok.

Sementara jika obyek itu adalah tikus mati, muncul pertanyaan lain, kapan dia mati? Sebab berdasarkan saputan debunya, obyek ini menampakkan kesan sudah cukup lama berada di permukaan Mars. Dan tiadanya jejak tornado debu (Martian dust devil) di kawasan ini, setidaknya hingga setahun sebelumnya, menunjukkan obyek itu sudah ada lebih dulu di Rocknest ketimbang Curiosity.

Adanya jejak genangan air di bagian bawah "tikus", sementara air sendiri menghilang dari Mars sekitar 500 ribu tahun silam, menunjukkan obyek "Tikus di Mars" telah ada di Mars dalam sedikitnya 0,5 juta tahun terakhir.

Di sisi lain, menganggap obyek itu adalah tikus yang dibawa dari Bumi juga sulit diiyakan. Atmosfer Mars terdiri dari 95% karbon dioksida (CO2). Bagaimana dampak karbon dioksida berlebihan terhadap makhluk hidup di Bumi dapat dilihat dalam Peristiwa Sinila 22 Februari 1979 (149 orang tewas) maupun Peristiwa Danau Nyos 21 Agustus 1986 (1.700 orang tewas), saat korban berjatuhan akibat lepasnya karbon dioksida berkadar tinggi dalam jumlah besar.

Makhluk hidup takkan bertahan lebih dari tiga menit dalam atmosfer penuh karbon dioksida. Jika kita anggap "Tikus di Mars" itu keluar dari Curiosity segera setelah pendaratannya (6 Agustus 2012) dan hanya sanggup bertahan satu menit saja, muncul masalah lain, bagaimana dia bisa berlari melintasi jarak 400 meter saat sedang meregang nyawa?

"Tikus di Mars" hanyalah sebuah contoh kasus pareidolia, sebuah fenomena psikologis yang bekerja di otak manusia saat menyaksikan bentukan-bentukan yang menyerupai makhluk hidup, setidaknya bagian tubuhnya. Benda-benda yang dianggap mirip makhluk hidup bisa ada di mana-mana, tak terkecuali di Bumi. Contoh pareidolia yang terkenal di Indonesia misalnya Gunung Nona (Sulawesi Selatan).

Salah satu tujuan misi-misi antariksa ke planet lain adalah mengevaluasi apakah planet tersebut memiliki bentuk-bentuk kehidupan atau tidak, atau apakah mendukung kehidupan atau tidak. Hal ini juga berlaku untuk misi antariksa ke Mars, termasuk untuk robot penjelajah Curiosity.

Karena itu Curiosity juga dilengkapi dengan sejumlah instrumen untuk mendeteksi jejak makhluk hidup, setidaknya lewat senyawa organiknya. Karena itu aneh rasanya kalau misi yang jelas-jelas bertujuan mencari kehidupan justru dianggap menyembunyikan temuan-temuannya.

Referensi: Ma'rufin Sudibyo
Dukung kami untuk terus aktif
Merasa artikel ini bermanfaat untuk kamu? Mau kami bisa terus menerbitkan artikel astronomi bermanfaat lainnya? Kami butuh dukunganmu!

Beri Dukungan

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.