Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Bulan Biru yang Berwarna Merah

Pada 31 Januari 2018 mendatang, peristiwa yang dikenal sebagai Bulan biru atau blue moon akan terjadi. Namun, alih-alih berwarna biru, Bulan nantinya justru akan berwarna kemerahan. Mengapa demikian?
Ilustrasi. Kredit: Science.nasa.gpv
Info Astronomy - Pada 31 Januari 2018 mendatang, peristiwa yang dikenal sebagai Bulan biru atau blue moon akan terjadi. Namun, alih-alih berwarna biru, Bulan nantinya justru akan berwarna kemerahan. Mengapa demikian?

Mari kita cari tahu dulu apa itu Bulan biru sebenarnya. Bulan biru bukanlah mengacu pada perubahan warna Bulan yang menjadi biru, melainkan julukan yang diberikan untuk setiap fase Bulan purnama ketiga dari empat purnama yang jatuh dalam setiap satu musim di Bumi.

Biasanya, hanya ada tiga Bulan purnama yang muncul setiap satu musim. Hal ini karena Bulan purnama terjadi pada rata-rata sekali setiap 29,53 hari, yang sedikit lebih lama dari sepertiga panjang satu musim. Akibatnya, Bulan purnama tambahan pun muncul pada rata-rata sekali setiap 2,7 tahun.

Dalam penggunaan istilah yang lebih modern, Bulan biru juga sering digunakan sebagai alternatif untuk menjuluki setiap fase Bulan purnama kedua yang jatuh dalam satu bulan kalender yang sama. Penggunaan ini merupakan inovasi abad kedua puluh yang awalnya berasal dari salah tafsir di majalah Sky & Telescope edisi Maret 1946.

Yang mana definisi yang benar? Menariknya, kedua definisi Bulan biru di atas biasa digunakan saat ini dan definisi keduanya dianggap valid.

Asal Muasal Istilah "Bulan Biru"

Ungkapan "Once in a Blue Moon" telah ada selama lebih dari 400 tahun, menurut Philip Hiscock, seorang pengamat Bulan di Memorial University of Newfoundland. Dalam artikel tahun 2012 di majalah Sky & Telescope, Hiscock menjelaskan bahwa penggunaan istilah Bulan biru paling awal sama seperti mengatakan Bulan terbuat dari keju, yang mana menunjukkan sesuatu yang tidak masuk akal.

Makna "Bulan biru" pun lantas berevolusi menjadi sesuatu yang mirip dengan makna "tidak pernah". Sebagai contoh penggunaan istilah Bulan biru di masa lalu adalah: "Saya akan menikahi Anda saat Bulan berubah menjadi biru", yang artinya sama dengan, "Saya akan menikahi Anda saat kucing bisa terbang."

Bulan biru hanya istilah saja. Bulan akan tetap terlihat abu-abu pucat, sama seperti Bulan lain yang pernah Anda lihat setiap malam. Menyebut Bulan purnama kedua dalam satu bulan kalender sebagai "Bulan biru" tidak mengubah sifat fisik Bulan itu sendiri, jadi warnanya tetap sama.

Namun, ternyata Bulan memang pernah tampak kebiru-biruan, seperti pada tahun 1883 setelah gunung berapi Krakatau meletus. Debu di udara dari letusan Krakatau seolah menjadi filter alami, yang menyebabkan warna Matahari terbenam dan bahkan warna Bulan menjadi biru di seluruh dunia, sebuah peristiwa yang menurut NASA dianggap telah menelurkan ungkapan "Bulan biru" saat ini.

Bulan Merah

Dengan definisi di atas, Bulan purnama kedua pada Januari 2018 nanti bisa kita juluki sebagai Bulan biru. Ya, Januari memiliki dua Bulan purnama. Yang pertama terjadi pada 2 Januari 2018, yang mana juga merupakan supermoon, dan yang kedua terjadi pada 31 Januari 2018.

Bulan purnama 31 Januari 2018 pun bisa kita juluki sebagai Bulan biru. Tapi, seperti yang sudah disinggung sebelumnya di atas, Bulan biru pada 31 Januari 2018 justru akan berwarna merah. Hal ini terjadi karena kita akan melihat peristiwa gerhana Bulan total di tanggal itu. Saat puncak gerhana Bulan total, wajah Bulan akan berubah menjadi kemerahan.

Gerhana Bulan total. Kredit: Rick Klawitter
Tapi, tahukah Anda mengapa saat terjadi gerhana Bulan total justru membuat Bulan tampak merah? Bukankah seharusnya gelap karena cahaya Matahari yang menyinarinya terhalang oleh Bumi kita?

Bumi memang menghalangi Bulan dari Matahari saat gerhana terjadi, tapi walaupun cahaya Matahari yang seharusnya menyiari Bulan telah tertutup oleh Bumi saat puncak gerhana total terjadi, ternyata atmosfer Bumi lah yang berperan dalam membiaskan cahaya merah dari Matahari, sehingga Bulan tidak tampak gelap total, melainkan merah.

Atmosfer Bumi kita meluas sekitar 80 kilometer di atas permukaan. Selama peristiwa gerhana Bulan total, saat Bulan telah masuk ke dalam bayangan umbra Bumi (bayangan gelap Bumi), maka akan ada lingkaran yang melingkar di sekitar Bumi bila kita melihatnya dari permukaan Bulan, yang tidak lain merupakan cincin atmosfer kita.

Perhatikan ilustrasi di bawah ini:

Kiri: Ilustrasi Bumi bila dilihat dari Bulan saat gerhana Bulan terjadi, Kanan: wajah Bulan saat puncak gerhana Bulan.
Cahaya Matahari terdiri dari berbagai frekuensi warna. Saat cahaya Matahari menerobos atmosfer Bumi kita, cahaya berfrekuensi tinggi seperti hijau, biru, dan ungu lebih mudah dihamburkan molekul atmosfer Bumi dibandingkan cahaya berfrekuensi rendah seperti cahaya kuning, oranye dan merah. Penghamburan cahaya berfrekuensi tinggi ini menyebabkan langit berwarna biru di kala siang.

Dengan begitu, cahaya kuning, oranye, dan merah akan dengan mudah melewati atmosfer dengan jalur yang lurus dan hampir tidak akan memantul jika berinteraksi dengan molekul di atmosfer Bumi kita. Pembiasan atmosfer akan mengubah arah cahaya tersebut ke arah umbra Bumi, atau bayangan gelap Bumi.

Jika ada objek langit di umbra, seperti Bulan saat gerhana total misalnya, maka cahaya yang terbiaskan akan menyinari Bulan dan dipantulkan menuju sisi malam Bumi (lokasi pengamatan kita). Ketika kita mengamatinya, kita akan melihat warna merah pada Bulan.

Jadi, intinya adalah, peristiwa Bulan biru hanya merupakan sebuah julukan saja. Bulan biru yang terjadi pada 31 Januari 2018 justru akan berwarna merah karena Bulan akan mengalami gerhana total.

Untuk dapat melihat perubahan warna Bulan dari warna biasanya (abu-abu pucat) menjadi merah, Anda bisa menyaksikannya mulai pukul 18.48 WIB sampai dengan 22.11 WIB.

Selamat berburu Bulan biru yang berwarna merah!

UNDUH: Sebagai panduan pengamatan dua gerhana Bulan total yang akan terjadi pada 31 Januari dan 28 Juli 2018, silakan unduh buku elektronik panduan gratisnya di sini.


Sumber: Space.com, Sky & Telescope.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com