Akses artikel Premium dengan Astronomi+, mulai berlangganan.

Saran pencarian

Apakah Pohon Tumbuh di Planet Lain?

Pernahkah terbersit di pikiranmu, apakah planet lain juga memiliki pohon? Dalam artikel ini, kami mengupas tuntas kemungkinannya.
Pernah terbayangkan bagaimana wujud pohon di planet lain? Jika ada, mungkin berbeda dari Bumi. Kredit: John M Lund Photography Inc / Getty Images

InfoAstronomy - Bayangkan ada sebuah planet yang dipenuhi hutan raksasa, tapi dengan dedaunan berwarna ungu tua, dan batang-batang pohon menjulang seperti menara kristal. Mungkin sulit dipercaya, tapi sampai hari ini, planet dengan pohon semacam itu masih sepenuhnya fiksi.

Di alam semesta yang sangat luas ini, belum ada satu pun bukti tentang keberadaan pohon di luar Bumi. Tidak ada hutan alien, tidak ada daun yang berfotosintesis di bawah cahaya bintang lain, tidak ada oksigen yang dihasilkan oleh kehidupan kompleks seperti yang kita kenal. Alam semesta tampaknya sunyi dari pepohonan. Tapi, apa penyebabnya? Mungkinkan pohon bisa tumbuh di planet lain?

Belum ditemukannya pohon, atau sejenis pohon, di planet lain bukan berarti mustahil ada pohon di luar Bumi. Secara teori, pohon bisa saja muncul di planet lain jika kondisinya mendukung.

Untuk bisa tumbuh, sebuah planet harus memiliki atmosfer yang kaya karbon dioksida, sumber energi cahaya yang stabil dari bintang induknya, cairan seperti air yang memungkinkan reaksi kimia kompleks, serta kestabilan lingkungan selama jutaan, bahkan miliaran tahun. Jika semua unsur itu ada, mungkin, di suatu sudut galaksi, ada bentuk kehidupan mirip pepohonan yang berevolusi dengan caranya sendiri.

Tetapi pohon-pohon itu, jika memang ada, hampir pasti tidak akan mirip dengan pohon-pohon Bumi. Mereka mungkin berdaun hitam untuk menyerap cahaya bintang merah, atau berwarna ungu karena pigmen yang menyesuaikan spektrum cahaya yang lemah. Batangnya bisa jadi bukan kayu, melainkan senyawa silikon yang keras seperti batu.

Ilustrasi jika ada pohon di planet lain, mungkin daunnya ungu. Kredit: Science Photo Library

Mungkin mereka tidak bergantung pada sinar dari bintang induknya, melainkan pada panas vulkanik atau reaksi kimia di bawah permukaan tanah planetnya. Kita belum sepenuhnya tahu. Alam semesta terlalu luas, dan kehidupan memiliki cara yang tak terduga untuk beradaptasi.

Tetapi sementara kita menatap ke langit dan bertanya-tanya apakah ada “pohon alien” di luar sana, kita lupa bahwa di planet ini, satu-satunya tempat yang terbukti punya pohon, sedang kehilangan pepohonannya dengan kecepatan yang mengerikan.

Saat ini, Bumi masih memiliki sekitar tiga triliun pohon. Kedengarannya banyak, tapi jumlah itu sudah menyusut hampir setengahnya sejak manusia mulai membuka lahan untuk pertanian dan kota. Setiap tahun, jutaan hektar hutan menghilang. Pada tahun 2024 saja, dunia kehilangan lebih dari delapan juta hektar tutupan pohon. Indonesia, yang pernah menjadi salah satu paru-paru planet, kehilangan lebih dari dua ratus enam puluh ribu hektar dalam setahun. Luas itu setara dengan ribuan kali lapangan sepak bola, lenyap dalam hitungan bulan!

Deforestasi masif di Kalimantan. Kredit: Auriga Nusantara

Padahal pohon bukan sekadar tumbuhan tinggi berdaun hijau. Mereka adalah sistem kehidupan yang kompleks, rumah bagi 80% spesies darat di Bumi, pengatur siklus air, penghasil oksigen, penyerap karbon, penyejuk udara, penahan erosi, dan penenang jiwa.

Dalam setiap daun, terjadi reaksi kimia yang menjadi dasar dari seluruh kehidupan di planet ini. Fotosintesis, proses ajaib yang mengubah sinar matahari menjadi energi, karbon dioksida menjadi oksigen, dan udara menjadi napas kita.

Namun, dalam perhitungan ekonomi modern, semua keajaiban itu dihitung dalam angka yang dingin: harga kayu, luas lahan, atau nilai ekspor. Pohon kehilangan makna ekologisnya dan berubah menjadi komoditas. Kita menebangnya, membakarnya, menggantinya dengan perkebunan, dan menyebutnya pembangunan. Ironisnya, sementara manusia menjadi satu-satunya makhluk yang sadar betapa langkanya kehidupan, kita juga menjadi satu-satunya yang secara sadar menghancurkannya.

Secara global, hutan masih menjadi penyerap karbon terbesar di planet ini. Mereka menyerap sekitar enam belas miliar ton karbon dioksida setiap tahun. Namun dari sisi lain, deforestasi, kebakaran, dan degradasi hutan melepaskan sekitar delapan miliar ton. Artinya, kemampuan bersih hutan dalam menahan karbon tinggal setengahnya.

Bandingkan dengan emisi yang dihasilkan manusia dari industri, transportasi, dan energi: sekitar empat puluh miliar ton per tahun. Dengan kata lain, bahkan seluruh hutan dunia pun tak lagi mampu menyeimbangkan laju emisi yang kita ciptakan. Kita memproduksi lima kali lebih banyak karbon daripada yang bisa diserap Bumi.

Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa hutan besar mulai kehilangan fungsinya sebagai penyerap karbon dan justru berubah menjadi sumber emisi. Di Amazon bagian timur, yang dulu dikenal sebagai paru-paru dunia, kebakaran dan pembukaan lahan membuat hutan kini melepaskan lebih banyak karbon daripada yang diserapnya.

Di Eropa dan Amerika Utara, pohon-pohon tua mulai kehilangan daya serap karena stres iklim, musim panas yang lebih panjang, kekeringan, dan serangan hama. Sementara di Kongo Basin, satu dari sedikit kawasan yang masih menjadi penyerap karbon besar, tekanan ekonomi dan eksploitasi sumber daya mulai meningkat.

Bayangkan jika pohon benar-benar punah. Bukan hanya udara yang hilang, tapi juga keseimbangan kehidupan. Tanpa pohon, suhu global naik drastis, siklus air terputus, tanah tandus, dan atmosfer kehilangan stabilitas. Dalam skala kosmik, hilangnya hutan bisa berarti hilangnya satu-satunya contoh ekosistem berdaun di alam semesta. Pohon bukan hanya bagian dari Bumi, mereka adalah anomali kosmik, bukti bahwa kehidupan bisa mengubah cahaya menjadi kehidupan.

Bumi dari luar angkasa, satu-satunya planet yang diketahui memiliki pohon. Kredit: NASA

Dan di sinilah letak satir terbesar peradaban manusia: kita hidup di planet satu-satunya yang memiliki pepohonan, tapi memperlakukannya seolah akan tumbuh lagi di tempat lain. Kita mencari tanda-tanda kehidupan di Mars, sambil menebang hutan di Kalimantan. Kita membicarakan koloni di planet lain, sambil mengabaikan paru-paru planet sendiri yang perlahan sekarat.

Mungkin suatu hari nanti, jika manusia benar-benar mencapai planet lain, kita akan membawa bibit pohon dari Bumi, mencoba menanam kehidupan di tanah asing yang tandus. Tapi ironinya, kita mungkin menanamnya bukan karena cinta terhadap alam, melainkan karena kebutuhan bertahan hidup setelah merusak rumah asal sendiri. Barangkali baru saat itu kita sadar bahwa pepohonan bukan hanya hiasan alam, tetapi inti dari keberadaan kita.

Sampai saat itu, Bumi tetap satu-satunya planet yang kita tahu memiliki pohon. Mereka berdiri diam, menyerap karbon, memberi oksigen, meneduhkan, dan diam-diam memaafkan manusia yang terus menebangnya. Pohon-pohon itu, tanpa suara, mengajarkan pelajaran paling sederhana dan paling penting: bahwa kehidupan yang berharga bukanlah yang langka ditemukan, tetapi yang paling mudah diabaikan.

Sumber & Referensi: 
  • Banks, C. (2020). Looking to the shadows: NAU researchers turn to trees to determine if multicellular life on exoplanets exist. The Northen Arizona University Review.
  • Columb, M. O., Cochrane, N. E., & Thompson, E. L. (2021). Forest plots and deforestation: time to save the trees!. International Journal of Obstetric Anesthesia, 45, 14-16.
  • Courtland, R. (2010). Could we detect trees on other planets?. NewScientist.
  • Doughty, C. E., & Wolf, A. (2010). Detecting tree-like multicellular life on extrasolar planets. Astrobiology, 10(9), 869-879.
  • Dorminey, B. (2024). Why Extrasolar Earths Will Also Have Trees. Forbes Science.
  • Herath, H. K. (2011). New Technique Could Identify Planets With Extraterrestrial Trees. SPACE.
  • Maurya, M. J., & Vivek, M. (2025). Deforestation: Causes, Consequences and Possible Solutions. ldealistic Journal of Advanced Research in Progressive Spectrums (IJARPS) eISSN–2583-6986, 4(01), 70-76.
  • Ritchie, H. (2021). Deforestation and forest loss. Our world in data.

Riza adalah astronom amatir yang telah menulis konten astronomi sejak tahun 2012. Riza secara aktif menjadi mentor kelas astronomi di BelajarAstro.com. Hubungi lewat riza@belajarastro.com.

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.