Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Memori Kelam Gerhana Matahari Total 1983 Jangan Sampai Terulang

Gerhana Matahari Total yang melintasi Pulau Jawa pada 11 Juni 1983 merupakan kenangan pahit bangsa Indonesia. Saat banyak peneliti dan wisatawan asing ke Indonesia, masyarakat justru terkurung dalam rumah dan kolong meja yang gelap.
Gerhana Matahari Total 1983. Kredit: Istimewa
Info Astronomy - Gerhana Matahari Total yang melintasi Pulau Jawa pada 11 Juni 1983 merupakan kenangan pahit bangsa Indonesia. Saat banyak peneliti dan wisatawan asing ke Indonesia, masyarakat justru terkurung dalam rumah dan kolong meja yang gelap.

Sebagian besar orang yang tinggal di Pulau Jawa pada masa itu tentu mengalaminya. Sejak pagi, aparat keamanan dan pemerintah desa berkeliling mengingatkan warga agar menutup semua jendela, lubang angin dan genteng kaca untuk menghalangi sinar Matahari masuk rumah. Dengan alasan cahaya gerhana Matahari bisa menyebabkan buta, pemerintah memaksa rakyatnya untuk diam dalam rumah.

Suasana rumah yang gelap di pagi hari itu ternyata belum cukup. Anak-anak diminta bersembunyi di kolong meja atau dalam lemari karena dianggap cahaya gerhana Matahari berbahaya bagi mereka dibandingkan bagi orang dewasa. Sesekali, mereka diizinkan melihat tayangan suasana gerhana Matahari yang disiarkan TVRI langsung dari Borobudur, Jawa Tengah.

Padahal, "Gerhana Matahari Total (GMT) 1983 memenuhi syarat untuk diobservasi dengan biaya mahal karena durasi totalitasnya yang panjang, melewati daerah kering di musim kemarau, serta dilingkupi ruang budaya yang terkenal, seperti Borobudur dan Bali," kata Bambang Hidayat, Kepala Observatorium Bosscha ITB saat itu, seperti dilansir dari Harian Kompas.

Lama fase total GMT 1983 di wilayah Indonesia mencapai 3 sampai 5 menit, dibandingkan dengan GMT 9 Maret 2016 yang melintasi Sumatra hingga Halmahera yang hanya 1,5 hingga 3 menit. Durasi totalitas yang panjang itu terjadi karena puncak gerhana berlangsung di Laut Jawa, sebelah Timur Pulau Madura. Di titik tersebut, durasi gerhana 5 menit 11 detik.

GMT 1983 juga menjadi gerhana penting bagi masyarakat Jawa karena hingga 2081, Jawa tidak akan pernah dilintasi jalur gerhana total lagi.

Jalur GMT 1983. Kredit: NASA

Pengamatan

Di tahun 1983, pemerintah menyediakan kawasan Pantai Tanjung Kodok di Lamongan, Jawa Timur, sebagai tempat pengamatan resmi gerhana. Namun, penjagaan aparat keamanan di sana sangat ketat. Ada sekitar 1.000 astronom dari sejumlah negara yang datang dengan berbagai peralatan canggih. Hasilnya, GMT 1983 diakui sebagai yang terindah yang pernah disaksikan para ahli.

Di luar daerah itu, masyarakat dilarang mengamati GMT, termasuk bagi mahasiswa dan dosen astronomi. Pelarangan itulah yang dialami Chatief Kunjaya, Rektor Universitas Ma Chung Malang, Jatim, yang saat itu mahasiswa tingkat III Astronomi ITB.

Bersama mahasiswa lain, dosen Astronomi ITB, Winardi Sutantyo (alm); seorang astronom asal Cekoslowakia (sekarang Ceko dan Slowakia), dan pemandu, Chatief mengamati GMT di Lapangan (sekarang stadion) Manahan Solo.

"Saat hendak mencoba alat yang sudah dipasang dari pagi hari, datang petugas hansip yang menegaskan tidak boleh ada aktivitas di luar rumah selama GMT berlangsung," kenangnya. Saat itu, gerhana sebagian yang mengawali GMT berlangsung sekitar pukul 10:00 WIB.

Karena habis waktu berdebat dan waktu GMT semakin dekat, para astronom ini memilih mengalah dan mencari lokasi baru. Dalam waktu singkat, diperoleh gedung tiga lantai yang bagian atasnya datar di dekat Lapangan Manahan. Alhasil, mereka pun bisa melihat totalitas gerhana Matahari saat itu.

"Dari atas gedung, suasana Solo seperti kota mati. Tidak ada orang atau kendaraan lalu lalang di dalam kota. Suasana hening, hanya sayup-sayup suara kentongan petugas hansip yang terdengar," ujarnya. Meski GMT bisa diamati, rasa malu dirasakan Chatief kepada astronom Cekoslowakia yang menyertainya. Saat orang-orang asing datang jauh-jauh ke Indonesia, masyarakat kita justru dikurung di dalam rumah.

Keberanan Ilmiah

Melihat Matahari secara langsung, baik saat gerhana atau tidak, adalah tindakan berbahaya. Upaya itu mengakibatkan terjadi pemusatan cahaya oleh lensa mata hingga memicu terbakarnya retina. Namun, dampak itu umumnya tidak langsung, tapi perlahan, dan menahun. Itulah sebabnya orang-orang yang bekerja di luar ruang, seperti petani dan nelayan, lebih rentan terkena katarak.

Upaya menjelaskan fenomena GMT 1983 oleh sejumlah astronom Indonesia kala itu sebenarnya didukung para ilmuwan asing, tetapi mereka memilih diam daripada berseberangan pendapat dengan pemerintah secara terbuka.

Kebijakan pemerintah kala itu yang mengambil cara mudah guna menghindari risiko dan kurangnya mengambil upaya antisipasi untuk meminimalkan risiko menunjukkan belum matangnya kemampuan berpikir rasional bangsa saat menghadapi tantangan yang kompleks.

Karena itu, GMT 9 Maret 2016 mendatang harus bisa dimanfaatkan maksimal untuk menggugah pendidikan sains dan mengasah kemampuan bernalar bangsa. GMT telah menyediakan konteks yang nyata, alami, dan spesifik sehingga ide saintifik bisa disampaikan secara jernih dan mengesankan.

Mari sambut GMT 9 Maret 2016 dengan suka cita!

Ditulis oleh: M Zaid Wahyudi. Dikutip dari Harian Kompas edisi Rabu, 10 Februari 2016.

Unduh ebook panduan dan informasi GMT 9 Maret 2016 untuk mengetahui apakah daerah Anda dilintasi gerhana total atau hanya gerhana parsial (sebagian), klik di sini.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.