Exoplanets. Kredit: PHL @ UPR Arecibo, ESA/Hubble, NASA |
Sebuah metrik baru, yang disebut 'Index Habitability for Transiting Planets', diperkenalkan dalam makalah yang dipublikasikan di Astrophysical Journal.
"Pada dasarnya, kami telah menemukan cara untuk mengambil semua data pengamatan yang tersedia dan mengembangkan skema prioritas, sehingga saat kami menemukan ratusan target planet, kami mungkin bisa mengatakan, 'Ok, kita akan meneliti planet ini lebih dulu'." kata penulis makalah, Rory Barnes, seorang profesor astronomi di University of Washington.
Teleskop antariksa Kepler telah memungkinkan para astronom untuk mendeteksi ribuan planet ekstrasurya yang berada di luar Tata Surya kita. Sementara itu, teleskop antariksa yang lebih kuat bernama James Webb akan diluncurkan pada 2018, teleskop antariksa ini akan menjadi teleskop terbesar pertama yang benar-benar bisa mengukur komposisi atmosfer planet berbatu, planet mirip Bumi.
Para astronom mendeteksi beberapa planet ketika mereka "transit", sebuah aktivitas di mana planet ekstrasurya lewat atau melintas di depan bintang induk mereka, sehingga menghalangi sebagian cahaya dari bintang induk tersebut.
Transit Exoplanet Survey Satellite, atau TESS, yang dijadwalkan untuk dimulai pada tahun 2017 bakal menemukan lebih banyak planet dengan metode transit ini. Ditambah teleskop antariksa James Webb, nantinya para astronom akan benar-benar dapat mempelajari planet ekstrasurya untuk berburu kehidupan luar Bumi.
Namun, akses ke teleskop tersebut akan sangat mahal dan pekerjaan metodis akan memakan waktu. Indeks Kelaikhunian dari Virtual Planetary Laboratory tadi akan menjadi alat bantu sesama astronom untuk memutuskan mana planet yang mungkin memiliki kehidupan dan mana yang tidak, dan dengan begitu para astronom dapat memanfaatkan sumber daya yang terbatas.
Secara sederhana, para astronom telah memfokuskan pencarian dengan mencari planet-planet di "zona laik huni", atau yang lebih informal disebut "Goldilocks zone", sebuah zona yang merupakan jarak orbit planet ekstrasurya yang "tepat" untuk memungkinkan memiliki air cair di permukaannya, untung-untung ada kehidupannya. Namun sejauh ini nyatanya belum berhasil.
Indeks Kelaikhunian akan menghasilkan rangkaian data-data yang astronom dapat kumpulkan ke dalam situs web Virtual Planetary Laboratory untuk dilakukan pembandingan dan penggolongan yang mampu menemukan probabilitas mana planet ekstrasurya yang bisa mempertahankan air cair di permukaannya.
Dalam menciptakan Indeks Kelaikhunian, para astronom memerhitungkan estimasi seberapa berbatu planet ekstrasurya tersebut, planet berbatu dianggap lebih mirip Bumi. Selain itu, para astronom juga memerhitungkan seberapa jauh jarak planet dari bintang induknya.
Semoga dengan adanya Indeks Kelaikhunian ini, ilmu pengetahuan manusia akan menjadi lebih luas dan maju.