Akses artikel Premium dengan menjadi member BelajarAstro KLUB, daftar di sini!

Saran pencarian

Ukuran Matahari 4,5 Miliar Tahun Silam



Berangkat dari teori yang mengatakan bahwa cahaya bintang akan semakin terang seiring dengan bertambahnya umur akibat memadatnya inti bintang yang kemudian menyebabkan bertambahnya intnsitas panas, matahari diduga tidak seterang sekarang ini 4,5 milyar tahun silam.

Kira-kira 4,5 milyar tahun yang lalu, ukuran bumi diperkirakan lebih besar namun cahayanya lebih redup 30 persen dibandingkan cahaya saat ini.

Steinn Sigurdsson dari Pennsylvania State University mengatakan ada suatu paradoks yang ditampilkan oleh kenyataan bahwa matahari yang cahayanya lebih redup: air tidak akan berbentuk cair karena temperatur Bumi yang terlalu dingin.

Hal ini menjadi sebuah paradoks karena ada bukti yang menyatakan bahwa Bumi telah memiliki lautan kira-kira sejak 4,4 milyar tahun yang lalu.

Sigurdsson bersama rekan-rekannya sesama ilmuwan mengadakan penelitian yang dibiayai oleh NASA Astrobiology Institute untuk meneliti paradoks matahari muda yang redup ini. Penelitian menggunakan cara pemodelan komputer yang diberi nama MESA dengan kode open source buatan Bill Paxton dari Kavli Institute of Physics di Amerika Serikat.

Menurut penelitian mereka, ukuran matahari memang lebih besar, namun selisihnya tidak besar, hanya 2-5 persen saja. Matahari menjadi semakin kecil seiring berjalannya waktu karena adanya angin matahari yang menerbangkan massanya.

Dengan menggabungkan data terbaru tentang evolusi bintang dengan model komputer yang telah ada, para ilmuwan ini berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang sebenarnya terjadi di Bumi selama beberapa ratus juta tahun setelah matahari terbentuk.

Renu Malhotra dari Arizona State University (ASU) Lunar Planetary Lab mengatakan bahwa hipotesis tentang ukuran matahari yang besar ketika masih muda adalah hipotesis yang bisa diterima.

Namun, ia mengungkapkan bahwa kalau benar ada massa matahari yang hilang, kita pasti bisa mendapati jejaknya, seperti rusaknya kristal meteorit akibat terkena angin matahari.

Teori yang mencoba menjelaskan fenomena ini pernah dikemukakan oleh George Mullen dan Carl Sagan yang menyatakan bahwa Bumi memiliki air meskipun cahaya matahari redup karena efek gas rumah kaca. Namun, teori mereka gampang dipatahkan sebab para ilmuwan tak pernah menemukan zat CO2 di sampel batuan tertua dengan kuantitas yang memadai untuk mendukung teori tersebut. (InfoAstronomy)

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.