Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Apollo 18 Tidak Pernah ke Bulan?

Apollo 18 Tidak Pernah ke Bulan?

Info Astronomy — 27 Desember 1974 silam, sebuah sejarah baru tercipta saat manusia mencatatkan diri lepas dari kungkungan gravitasi Bumi dan terbang mengelilingi Bulan untuk pertama kalinya. Itu dilakoni oleh James Lovell, Frank Borman dan William Anders, tiga astronot dalam misi Apollo 8. Meluncur dari landasan peluncuran 39 A di Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral, Florida (AS) pada 21 Desember untuk misi antariksa yang bertujuan menguji coba proses lepas dari gravitasi Bumi, terbang ke Bulan dan kembali lagi ke Bumi dengan selamat, mereka butuh enam hari untuk merampungkannya.

Lalu, 43 tahun kemudian dibuatlah sebuah film tentang Apollo 18. Apollo 18 adalah sebuah film fiksi ilmiah dan horor Amerika Serikat yang dirilis pada tahun 2011 dan disutradarai oleh Gonzalo López-Gallego serta diproduksi oleh Timur Bekmambetov. Film ini menceritakan kisah bahwa misi Apollo 18 yang dibatalkan sebenarnya telah diluncurkan pada bulan Desember 1974 namun awak roket ini tidak pernah kembali. Sebagai hasilnya, Amerika Serikat tidak pernah meluncurkan misi ke Bulan lagi. Film ini direkam dengan gaya mockumentary dan konon merupakan rekaman asli misi Apollo 18 yang ditemukan ulang. Film ini merupakan film perdana López-Gallego dalam bahasa Inggris. [Baca: Ringkasan film Apollo 18]

Namun dikutip dari laman KafeAstronomi.com, Apollo 18 sebenarnya tidak pernah meluncur ke Bulan. Sedikitnya ada 3 alasan yang kami kuitp untuk menggugurkan klaim jika Apollo 18 meluncur ke Bulan.

Alasan pertama, tidak ada getaran peluncuran.

Penerbangan ke Bulan hanya bisa terselenggara seiring diciptakannya roket Saturnus 5. Ini adalah roket kolossal: ukuran dan kemampuannya sungguh luar biasa, bahkan untuk era sekarang. Sebuah roket Saturnus 5 pada dasarnya adalah roket tiga tingkat dengan tinggi 102 meter alias hampir menyamai tinggi Monas, diameter 10 meter dan bobot totalnya 3.038 ton alias setara bobot 12 pesawat jumbo jet Boeing 747. Sebagai gambaran, tingkat pertama roket kolossal ini saja, yang dinamakan tingkat S-1C dan mencakup 75 % bobot total roket, masih lebih berat ketimbang pesawat ulang-alik dengan seluruh kelengkapannya (roket pendorong dan tanki bahan bakar). Untuk membuat bobot yang luar biasa ini lepas landas dari permukaan Bumi, lima mesin roket F-1 yang amat besar menyediakan daya dorong teramat kuat yakni sebesar 3.877 ton.

Disinilah masalahnya. Sebagian energi yang dilepaskan mesin roket F-1 dikonversi menjadi energi akustik. Sebanyak 0,01 hingga 0,1 % energi akustik kemudian ditransfer menjadi energi seismik khususnya dalam bentuk gelombang Rayleigh alias gelombang panjang yang merambat di kerak Bumi. Sehingga peluncuran misi antariksa berawak ke Bulan selalu diiringi dengan getaran gempa bumi artifisial dengan episentrum tepat di landasan peluncuran Kennedy Space Centre. Getaran tersebut begitu kuatnya sehingga bisa dideteksi instrumen seismograf di segenap penjuru benua Amerika. Ini membuat peluncuran roket Saturnus 5 tak bisa disembunyikan, meskipun roket diluncurkan di malam hari sekalipun. Getaran tersebut sekaligus menyajikan konfirmasi aktivitas peluncuran misi berawak ke Bulan melalui sumber yang bebas dari hegemoni kepentingan NASA pada khususnya maupun Amerika Serikat pada umumnya.

Catatan memperlihatkan getaran gempa dengan pola khas peluncuran roket Saturnus 5 terakhir kali terjadi pada 14 Mei 1973 seiring peluncuran laboratorium antariksa Skylab. Getaran yang sama sebelumnya tercatat pada 6 Desember 1972 bersamaan dengan peluncuran misi Apollo 17, misi antariksa berawak terakhir ke Bulan. Sejak 1973 tak ada lagi getaran akibat peluncuran roket raksasa sekelas Saturnus 5. Perkecualian pada 15 Juli 1975 saat roket Saturnus 1B yang lebih ringan dan hanya sanggup membawa muatan ke orbit rendah Bumi, diluncurkan dalam misi persahabatan ASTP (Apollo Soyuz Test Program). Ini adalah misi dimana wahana antariksa Apollo dari Amerika Serikat dan Soyuz dari Uni Soviet yang menjadi kompetitornya bergandengan di angkasa selama beberapa waktu. Dengan fakta demikian, jelas tak ada peluncuran roket Saturnus 5 pada Desember 1974.

Alasan kedua, tiada Trans Lunar Injection (TLI).

Yang kedua, tiada teramatinya fase trans lunar injection (TLI). Sepanjang peluncurannya, tingkat pertama (yakni tingkat S-1C) dan tingkat kedua (yakni tingkat S-2) Saturnus 5 terlepas secara bertahap, yang memungkinkan tingkat terakhir (yakni tingkat ketiga atau tingkat S-4B) beserta wahana Apollo diujungnya kian cepat melaju. Setiap misi Apollo selalu menempuh rute serupa, yakni terlebih dahulu mengorbit Bumi selama 1,5 hingga 2,1 kali putaran dalam orbit parkir setinggi 165 hingga 190 km dari permukaan Bumi dengan inklinasi orbit 32 hingga 33 derajat pada kecepatan 7,7 km/detik. Ini memungkinkan para astronot Apollo mengecek normal tidaknya semua sistem Apollo sehingga jadi tidaknya terbang ke Bulan dapat diputuskan. Bila salah satu sistem saja ditemukan tak normal, penerbangan ke Bulan bakal dibatalkan.

Jika seluruh sistem Apollo dinyatakan normal, penerbangan ke Bulan segera terlaksana diawali dengan tahap TLI, yakni penyalaan roket tingkat tiga Apollo selama 6 menit lebih guna mempercepat pesawat dari kecepatan 7,7 km/detik menjadi 10,8 km/detik. Ini terjadi dalam 2 jam 50 menit hingga 3 jam 12 menit pasca peluncuran dan umumnya berlangsung saat Apollo melintasi Samudera Pasifik. Agar TLI dapat terjadi, mesin roket J-2 yang menempel di pantat tingkat S-4B Saturnus 5 harus memiliki daya dorong cukup besar, yakni sebesar 104,3 ton. Daya dorong yang besar diiringi konsumsi bahan bakar (berupa Hidrogen cair dan Oksigen cair) cukup banyak sehingga produk reaksinya (yakni air dalam bentuk uap) pun sangat berlimpah. Sinar Matahari yang mengenai butir-butir air ini akan dipantulkan demikian rupa sehingga bisa dilihat dari Bumi menyerupai bentuk komet namun dengan ekor sangat lebar dan demikian terang sehingga mudah dilihat mata tanpa menggunakan binokuler maupun teleskop.

Dalam peluncuran Apollo 8, tahap TLI-nya terlihat amat menakjubkan di langit Hawaii dan sekitarnya. Pun demikian dengan misi Apollo lainnya, sehingga menjadi salah satu ciri khas misi penerbangan berawak ke Bulan. Bagaimana dengan situasi pada suatu waktu di bulan Desember 1974? Ternyata fenomena mirip TLI tidak pernah dijumpai ! Jelas bahwa tiadanya fenomena mirip TLI menandakan tidak ada mesin roket sekuat J-2 yang beroperasi di atas sana, sehingga menggugurkan klaim peluncuran Apollo 18.

Alasan ketiga, tiada Fuel Dump

Yang ketiga, tiada teramatinya fase fuel dump (pembuangan bahan bakar). Pada penerbangan Apollo, setelah fase TLI usai, maka tingkat S-4B Saturnus 5 tidak diperlukan lagi sehingga harus dilepas dari pesawat Apollo. Pelepasan ini dilakukan bersamaan dengan manuver Apollo untuk menggandeng modul Bulan sekaligus menariknya keluar dari lokasi penyimpanannya dengan menyalakan sejumlah mesin roket kecilnya, yang memungkinkan Apollo beserta modul Bulan sedikit menjauh dari tingkat S-4B. Pada fase ini tingkat S-4B sebenarnya sudah menjadi sampah antariksa sehingga untuk mengurangi resiko di kemudian hari, bahan bakar yang tersisa harus dibuang ke angkasa sekitarnya dalam fase fuel dump.

Baik Hidrogen cair maupun Oksigen cair dibuang secara bersamaan, namun ke arah yang saling bertolak belakang. Pantulan sinar Matahari menyebabkan butir-butir uap Hidrogen dan Oksigen dapat terlihat dengan jelas dari Bumi. Bahkan pemandangannya cukup spektakuler dan mudah disaksikan tanpa harus melalui teleskop atau binokuler. Pada saat itu bakal terlihat bulatan cahaya cukup besar di langit, dengan diameter sudut hingga 5 derajat atau 10 kali lebih besar dibanding diameter sudut Bulan. Dengan ukuran cukup besar, jelas fase fuel dump bakal menjadi pemandangan teramat langka yang menarik perhatian.

Dalam misi Apollo 8, fase fuel dump-nya demikian spektakuler sehingga tak hanya menarik perhatian astronom (baik profesional maupun amatir), tapi juga khalayak umum. Hal ini karena fase fuel dump Apollo 8 dapat diamati dari separuh belahan Bumi yang kebetulan berhadapan dengannya, yang pada saat itu adalah benua Amerika dan Eropa. Dalam fase fuel dump misi-misi Apollo berikutnya pun demikian, sehingga juga menjadi salah satu ciri khas misi penerbangan berawak ke Bulan. Bagaimana dengan situasi pada suatu malam di bulan Desember 1974? Ternyata fenomena mirip fuel dump tidak dijumpai ! Ini jelas menandakan bahwa pada saat itu memang tidak ada tingkat S-4B Saturnus 5 yang sedang membuang bahan bakarnya. Sehingga menambah fakta gugurnya klaim adanya misi Apollo 18.

Kesimpulan

Jadi, Apollo 18 tidak pernah mengangkasa, maka seluruh episode pendaratan dan dramatisasi di Bulan seperti digambarkan film “Apollo 18″ jelas mustahil. Film tersebut barangkali mencoba meneguhkan klaim penyokong teori konspirasi pendaratan manusia di Bulan yang selama ini sudah beredar. Namun sayangnya, seperti para pendahulunya, “Apollo 18″ hanya menyajikan rangkaian dramatisasi tanpa mempedulikan aspek dan fakta ilmiah dalam penerbangan antariksa khususnya terkait penerbangan antariksa berawak ke Bulan. [KA, M. Sudibyo, wikipedia]

Posting Komentar

Kami sangat senang menerima komentar dari Anda. Sistem kami memoderasi komentar yang Anda kirim, jadi mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk komentar Anda muncul di sini. Komentar dengan link/url akan otomatis dihapus untuk keamanan. Berkomentarlah dengan sopan dan santun.