Saran pencarian

Mengapa Matahari Belum Juga Padam?

Matahari kita hanyalah bintang rata-rata di galaksi Bimasakti — bukan yang paling terang, bukan yang terbesar, dan baru berusia 4,5 miliar tahun. Ia hanya unik karena cahaya dan panasnya menopang semua kehidupan di satu-satunya planet berpenghuni yang kita kenal di alam semesta, Bumi.
Matahari. Kredit: NASA
Info Astronomy - Matahari kita hanyalah bintang rata-rata di galaksi Bimasakti — bukan yang paling terang, bukan yang terbesar, dan baru berusia 4,5 miliar tahun. Ia hanya unik karena cahaya dan panasnya menopang semua kehidupan di satu-satunya planet berpenghuni yang kita kenal di alam semesta, Bumi.

Beruntung bagi kita, Matahari sudah menyala sebelum kehidupan di Bumi — terutama para sapiens — muncul. Tapi, pernahkah kamu bertanya seberapa banyak bahan bakar yang diperlukan Matahari untuk bisa terus menyala sampai sekarang? Mengapa Matahari tidak padam saja seperti lilin kue ulang tahun yang ditiup setelah mengharapkan hal-hal baik?

Rupanya, pertanyaan-pertanyaan itu sudah terlontar sejak abad ke-19, dan sangat membuat para ilmuwan kala itu kelimpungan mencari jawabannya. Pada saat itu, manusia hanya memahami dua cara Matahari dapat menghasilkan energi: Entah itu menciptakan panas dan cahaya melalui kontraksi gravitasi, atau Matahari melakukan proses pembakaran, seperti reaksi kimia yang kita lihat di Bumi ketika kita menyalakan korek api atau api unggun.

Walau keliru, kedua pemahaman di atas sempat menjadi modus operandi Matahari. Para ilmuwan pada saat itu mencoba menghitung secara pasti berapa lama Matahari bisa bertahan menggunakan kedua pemahaman tersebut.

Tetapi, hasil perhitungannya nihil. Tidak ada hasil yang sesuai dengan apa yang kita ketahui mengenai usia tata surya, 4,5 miliar tahun. Jika Matahari berkontraksi atau terbakar, maka ia akan kehabisan bahan bakar jauh sebelum manusia menguasai Bumi. Jelas, ada hal lain yang sedang terjadi di Matahari.

Beberapa dekade kemudian, dipersenjatai dengan rumus Einstein yang terkenal, E = mc², yang menegaskan bahwa apapun yang memiliki massa maka memiliki jumlah energi yang setara, para astronom Inggris tahun 1920 mengusulkan bahwa Matahari mengubah massanya menjadi energi.

Namun, alih-alih seperti tungku yang mengubah kayu atau batubara menjadi abu, inti Matahari lebih seperti pembangkit listrik tenaga nuklir raksasa.

Matahari mengandung sejumlah besar atom hidrogen. Biasanya, atom hidrogen netral mengandung proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif yang mengorbitnya. Ketika atom ini bertemu dengan salah satu atom hidrogen miliknya, masing-masing elektron secara magnetis saling tolak-menolak. Hal itu mencegah salah satu proton agar tidak saling bertemu.

Tetapi, keadaan di inti Matahari begitu panas dan memiliki tekanan yang begitu tinggi, sehingga atom-atom berputar dengan begitu banyak energi kinetik sehingga mereka saling menyatu, bergabung bersama dalam proses yang disebut fusi termonuklir.

Sama seperti di dalam reaktor nuklir, atom-atom di dalam inti Matahari saling menghantam setiap detik. Empat proton hidrogen bergabung bersama untuk menciptakan satu atom helium. Seiring waktu, massa dari proses ini akan diubah menjadi energi dalam jumlah yang ekstrem — setiap detik, Matahari memancarkan daya 3,9 x 10^26 watt. Energi itulah yang kita rasakan sebagai panas di siang hari.

Itu adalah jumlah energi yang sangat besar sehingga tidak ada analogi yang bisa dibandingkan dengan yang ada di Bumi. Mungkin angka tersebut dapat dikontekstualisasikan seperti ini: Jumlah watt ini jauh lebih banyak daripada seluruh listrik yang akan digunakan seluruh Bumi untuk beberapa ratus ribu abad ke depan.

Menariknya, fusi termonuklir pada Matahari cukup efisien, sehingga Matahari bisa terus memancarkan panas begitu lama. Karena Matahari sangat besar dan relatif muda, para ilmuwan memperkirakan bahwa ia akan hidup untuk sekitar lima miliar tahun lagi. Yang pada akhirnya nanti inti Matahari akan mengubah semua hidrogennya ke dalam helium sebelum mati menjadi kerdil putih.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com