Saran pencarian

Badai Debu Jadi Penyebab Hilangnya Atmofer Mars

Dahulu kala, planet Mars dianggap mirip Bumi, memiliki lautan global yang mendukung kehidupan. Namun, kini atmosfer Mars telah hilang. Mars mengering, seluruh lautannya menguap. Menurut studi terbaru, penyebabnya adalah badai debu di sana.
Kiri: Mars sebelum badai debu, kanan: saat badai debu terjadi. Kredit: NASA
Info Astronomy - Dahulu kala, planet Mars dianggap mirip Bumi, memiliki lautan global yang mendukung kehidupan. Namun, kini atmosfer Mars telah hilang. Mars mengering, seluruh lautannya menguap. Menurut studi terbaru, penyebabnya adalah badai debu di sana.

Para astronom telah mengetahui bahwa air pernah mengalir di permukaan Mars di masa lalu. Ada begitu banyak bukti untuk hal itu. Mulai dari keberadaan fitur dasar sungai, ngarai, hingga kandungan mineral pada batuan Mars.

Mengapa Mars mengering, bagaimanapun, masih dalam penyelidikan. Teori utama menunjukkan bahwa sebagian besar atmosfer Mars telah dilucuti oleh angin matahari tak lama setelah planet ini kehilangan medan magnet globalnya, sekitar 4 miliar tahun yang lalu. Atmosfer Mars menjadi begitu tipis sehingga planet ini tidak bisa lagi menahan air di permukaannya.

Adalah Nicholas Heavens dan rekan-rekannya dari Universitas Hampton di Virginia, AS, yang telah menganalisa ulang hasil pengamatan badai debu yang dilakukan oleh wahana antariksa Mars Reconnaissance Orbiter (MRO).

MRO, saat masih menjalankan misinya sebelas tahun silam, sempat meneliti adanya uap air yang meningkat di atmosfer tengah Mars, sekitar 50 sampai 100 kilometer di atas permukaan, ketika peristiwa badai debu terjadi di suatu wilayah di Planet Merah.

Data pengamatan MRO pada tahun 2007 sempat mengungkapkan bahwa uap air benar-benar terpengaruh ketika badai debu terjadi secara global di Mars. Uap air tersebut bergerak ke ketinggian yang lebih tinggi, volumenya pun juga meningkat hingga lebih dari seratus kali lipat.

"Kami menemukan ada peningkatan uap air di atmosfer tengah Mars ketika terjadi badai debu," kata Heavens, yang juga seorang ahli geofisika di Universitas Hampton. "Uap air terbawa ke udara bersamaan dengan debu."

Begitu uap air terangkat hingga ke ketinggian sekitar 50 sampai 100 km, sinar ultraviolet dari Matahari dapat menghancurkan molekul air, membebaskan hidrogen ke luar angkasa. Hidrogen bergerak meninggalkan atmosfer Mars begitu cepat karena ia ringan dan mudah berakselerasi.

Sementara itu, hanya oksigen yang tersisa. Oksigen tidak ikut menguap ke luar angkasa, melainkan kembali ke kerak Mars. Di sana, ia mengoksidasi besi pada permukaan Mars untuk menciptakan oksida besi (karat). Itulah mengapa warna permukaan Mars berwarna cokelat kemerahan.

Ini bukan satu-satunya penyebab Mars kehilangan atmosfer. Tanpa adanya medan magnet global, planet ini tidak bisa menjaga atmosfernya untuk tetap ada. Berbeda dengan Bumi kita yang memiliki medan magnet, sehingga arus partikel bermuatan dari Matahari yang menyerang Bumi akan dialirkan oleh magnetosfer ke kedua kutub, menciptakan aurora.

Di Mars, tanpa medan magnet, partikel bermuatan dari Matahari malah terus-menerus melucuti atmosfer Mars hingga akhinya menipis. Tanpa atmosfer yang tebal, planet ini kehilangan sebagian besar air di permukaannya dan suhu permukaannyanya pun sangat dingin sampai ke titik beku seperti sekarang ini.

Musim badai debu Mars berikutnya diperkirakan akan terjadi pada musim panas tahun ini dan berlangsung hingga awal 2019. Nantinya, para astronom akan kembali mengobservasi Mars saat badai debu tersebut terjadi untuk mengonfirmasi penelitian ini dan memperkaya ilmu pengetahuan tentang planet tetangga kita yang kurang beruntung tersebut.

Studi ini telah diterbitkan di jurnal Nature Astronomy.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com