Gabung menjadi member BelajarAstro KLUB yuk! Cek benefitnya~

Saran pencarian

Berapa Usia Alam Semesta dan Bagaimana Astronom Mengetahuinya?

Tahukah Anda berapa usia alam semesta kita? Alam semesta merupakan tempat yang begitu luas. Miliaran galaksi, triliunan bintang, dan planet-planet yang tak terhitung jumlahnya ada di alam semesta. Bagaimana para astronom bisa mengetahui usia alam semesta?
Kredit foto: ESA/Hubble, NASA
Info Astronomy - Tahukah Anda berapa usia alam semesta kita? Alam semesta merupakan tempat yang begitu luas. Miliaran galaksi, triliunan bintang, dan planet-planet yang tak terhitung jumlahnya ada di alam semesta. Bagaimana para astronom bisa mengetahui usia alam semesta?

Alam semesta kita berusia 13,8 miliar tahun, sebuah skala waktu lebih lama daripada ratusan atau ribuan tahun yang mempengaruhi pengalaman hidup kita. Lalu, bagaimana para astronom bisa mendapatkan angka yang begitu besar tersebut?

Bintang-bintang Kuno

Cukup sederhana sebenarnya. Alam semesta kita setidaknya harus berusia lebih tua daripada benda alam semesta tertua yang bisa kita temukan di dalamnya. Dengan demikian, untuk mengetahui berapa usia alam semesta, para astronom pun berburu bintang-bintang kuno.

Bintang dalam sebuah kelompok, atau gugus bintang, pada dasarnya terlahir pada waktu yang bersamaan. Usia gugus bintang tersebut dapat diketahui secara presisi dengan mencari apa yang disebut sebagai "titik balik deret utama".

Fase terpanjang dalam kehidupan bintang dihabiskan untuk mengubah hidrogen menjadi helium. Selama fase ini, bintang berada dalam fase yang dikenal sebagai deret utama tadi. Dengan kata lain, bintang yang lebih panas akan bersinar lebih terang.

Begitu sebuah bintang kehabisan hidrogen untuk menyala, ia akan mulai mendingin dan dengan demikian meninggalkan fase deret utama ini sebelum akhirnya menjadi super raksasa, kerdil putih, atau bahkan lubang hitam.

Berdasarkan pengetahuan kita tentang evolusi bintang, para astronom dapat memperkirakan berapa lama beberapa jenis bintang akan terus membakar hidrogen pada fase deret utama. Sebagai contoh, Matahari kita, yang merupakan sebuah bintang dengan massa yang relatif rendah, telah membakar hidrogen selama hampir 5 miliar tahun terakhir, dan akan terus melakukannya selama 4 sampai 5 miliar lagi.

Sementara itu, bintang yang lebih masif daripada Matahari akan cenderung menghabiskan waktu yang lebih singkat pada fase deret utama. Hal itu disebabkan karena mereka membakar hidrogennya lebih banyak dan lebih cepat.

Dengan meneliti usia bintang pada gugus bintang ini, para astronom pun mendapati informasi bahwa rupanya gugus bintang tertua yang pernah teramati memiliki usia di kisaran 11-13 miliar tahun. Alam semesta haruslah lebih tua dari usia tersebut.

Kerdil Putih

Kerdil putih merupakan sebuah benda alam semesta yang sangat padat seukuran Bumi, tetapi bisa memiliki massa setara dengan massa Matahari. Satu sendok teh material kerdil putih bisa berbobot hingga 15 ton!

Kerdil putih terbentuk ketika bintang bermassa rendah seperti Matahari telah mencapai akhir kehidupannya. Bintang bermassa rendah tersebut tidak akan meledak, melainkan hanya mengeluarkan lapisan terluarnya, meninggalkan intinya yang menjadi kerdil putih.

Oleh karena itu, kerdil putih tidak lagi seperti bintang pada umumnya, yang aktif membakar unsur-unsur berat melalui fusi untuk menghasilkan unsur yang lebih ringan dan memancarkan radiasi. Kerdil putih cenderung dingin.

Nah, kerdil putih rupanya berguna untuk mengetahui usia alam semesta. Suhu bintang kerdil putih bisa memberi tahu kita berapa lama mereka telah mengalami pendinginan. Pengamatan melalui Teleskop Antariksa Hubble menemukan bahwa kerdil putih tertua berada di kisaran usia 12-13 miliar tahun. Lagi-lagi, alam semesta harus lebih tua dari usia ini.

Peta radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis. Kredit: Wikimedia Commons

Latar Belakang Gelombang Mikro Kosmis

Walaupun mengetahui usia alam semesta melalui bintang kuno merupakan cara yang cukup penting, penentuan paling langsung untuk mengetahui usia alam semesta rupanya berasal dari radiasi relik yang tertinggal dari Big Bang, yang mana radiasi tersebut dikenal sebagai radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis, atau CMB (Cosmic Microwave Background) untuk mempersingkat.

Dalam kosmologi, radiasi CMB merupakan radiasi termal yang mengisi alam semesta teramati hampir secara seragam. Bila melakukan pengamatan alam semesta dengan teleskop optik, ruang antarbintang dan galaksi (latar belakang) tampak sepenuhnya gelap.

Namun, teleskop radio yang cukup sensitif dapat menunjukkan latar belakang yang menyala, yang hampir sama di segala arah, dan tak terkait dengan bintang, galaksi, atau benda langit manapun. Nyala terang ini tampak paling kuat di daerah gelombang mikro dalam spektrum radio.

Radiasi CMB pun merupakan sebagai radiasi yang tersisa dari tahap awal perkembangan alam semesta. Saat alam semesta masih muda, sebelum pembentukan bintang dan planet, alam semesta lebih kecil, lebih panas, dan terisi dengan nyala seragam dari kabut plasma hidrogen putih-panas.

Begitu alam semesta mengembang, plasma dan radiasi yang mengisinya mendingin. Saat alam semesta sudah cukup dingin, proton dan elektron dapat membentuk atom netral. Atom tersebut tak lagi dapat menyerap radiasi termal, dan alam semesta menjadi transparan daripada berkabut. Kosmolog menyebut masa pembentukan atom netral pertama sebagai masa rekombinasi.

Radiasi CMB dengan demikian memberi kita gambaran yang setara dengan gambaran seperti apa bayi alam semesta kita, sebuah gambaran tentang apa yang terjadi di awal.

Dari peta CMB di atas yang dibuat oleh berbagai wahana antariksa seperti satelit WMAP dan satelit Planck, para astronom dan astrofisikawan dapat mengukur parameter ini. Pengukuran tersebut menemukan bahwa usia alam semesta adalah sekitar 13,8 miliar tahun, dengan plus atau minus 37 juta tahun.

Ketidakpastian di usia ini, yang relatif kecil dibandingkan dengan total waktu 13,8 miliar tahun, berasal dari ketidakpastian yang terkait dengan pengukuran masing-masing dari tiga parameter kosmologis; konstanta Hubble (laju ekspansi alam semesta); kepadatan materi baryonis dan materi gelap; serta konstanta kosmologi (akselerasi dari ekspansi alam semesta).

Sebagai perspektif, usia tata surya kita diketahui baru sekitar 4,5 miliar tahun. Isotop tertentu yang diciptakan di tata surya, seperti potasium dan uranium, adalah yang memberi petunjuk tentang usia tata surya kita ini. Isotop-isotop tersebut mengalami peluruhan radioaktif, dan dengan demikian, menawarkan pengukuran yang sangat akurat pada waktu yang telah berlalu sejak pembentukannya.

Fakta penelitian usia alam semesta yang ditentukan melalui radiasi CMB pun konsisten dengan usia alam semesta yang dihitung dengan meneliti gugus bintang tertua maupun bintang kerdil putih, sehingga penelitian ini pun memiliki bukti-bukti kuat secara ilmiah, bukan bualan belaka.

Yang perlu dicatat, para astronom mendefinisikan usia alam semesta sebagai waktu yang telah berlalu sejak peristiwa Big Bang. Tak satu pun dari bukti pengamatan ini yang dapat memberi tahu kita apa yang mungkin terjadi sebelum Big Bang, sebuah pertanyaan yang mungkin lebih baik dijawab oleh ahli astrofisika teoritis, atau bahkan filsuf, bukan astronom observasional yang lebih mengedepankan bukti.


Sumber referensi: UCLA, Webcitation.org, American Institute of Physics, KryssTal.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com